Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si mendesak Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar mengalokasikan anggaran untuk pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pascabencana. Desakan politisi muda yang akrab dipanggil Ansy Lema tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Sakti Trenggono, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya dan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo pada Kamis, (8/4/2021).
“Kementan, KKP, dan KLHK harus mengalokasikan anggaran untuk membangun NTT pascabencana alam di NTT. Karena, mayoritas korban bencana alam di NTT bekerja sebagai petani, peternak, dan nelayan yang berkaitan erat dengan tiga kementerian ini,” ujar Ansy Lema di Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Tanggung Jawab Negara Pascabencana
Menurut Ansy, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas, Kementerian Sosial, TNI dan POLRI untuk terjun langsung mengawal situasi tanggap darurat bencana di NTT. Karena dalam situasi tanggap darurat, Negara harus fokus pada pendekatan kemanusiaan, penyelamatan manusia, evakuasi dan bantuan logistik yang berkaitan dengan penyelamatan (resque period) atau periode penyelamatan.
“Setelah periode penyelamatan, negara harus melakukan rehabilitasi, renovasi dan rekonstruksi yang termasuk periode pascabencana sesuai amanah UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jadi tanggung jawab negara tidak hanya pada mitigasi (pra bencana), periode penyelamatan (bencana), tetapi juga pemulihan sesudah bencana alam (pascabencana). Artinya, negara terikat tanggung jawabnya untuk memulihkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pascabencana,” papar Ansy Lema.
Mantan Dosen itu menjelaskan, keterlibatan Kementan, KKP, dan KLHK dalam kegiatan pascabencana sudah diatur dalam Pasal 58 dan 59 UU No. 24 Tahun 2007 tentang tugas dan tanggung jawab negara untuk melakukan rehabilitasi, renovasi, dan rekonstruksi pascabencana. Agar terlaksana dengan baik, maka Pasal 60 menegaskan dana penanggulangan bencana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah.
“Berdasarkan Pasal 58,59, dan 60 UU No. 24 Tahun 2007 pemerintah pusat, yang di dalamnya termasuk Kementan, KKP, dan KLHK wajib mengalokasikan dan atau menambah anggaran mendukung kegiatan-kegiatan pascabencana alam di NTT. Jadi kegiatan pascabencana bukan hanya tugas BNPB atau pemerintah daerah di NTT, tetapi tugas pemerintah pusat,” tegas Ansy.
Bencana Alam Memukul Petani, Peternak, dan Nelayan
Keterlibatan Kementan, KKP, dan KLHK sangat urgen karena konteks petani, peternak dan nelayan saat ini. Sebelum bencana alam, petani, peternak, dan nelayan di NTT telah sangat menderita akibat virus Flu Babi Afrika (ASF) dan Pandemi Covid-19. Kini bencana alam semakin memukul mereka karena ternak, lahan pertanian, rumah, tanaman mereka, kolam budidaya kapal-kapal nelayan telah hancur akibat banjir, angin deras, dan gelombang laut.
“Saat ini petani, peternak, dan nelayan korban bencana di NTT sangat tidak berdaya. Sebelum bencana, mereka sudah terhimpit oleh ASF dan Pandemi Covid-19. Jika tidak segera dibantu, banyak rumah tangga petani, peternak, nelayan di NTT dipastikan jatuh terjerat kemiskinan. Ingat, kemiskinan di NTT adalah kemiskinan petani, peternak, dan nelayan,” ujar Ansy.
Ansy mengusulkan agar Kementan, KKP dan KLHK melakukan pendataan dengan menggunakan metode Survei, Identifikasi dan Desain (SID) sebelum melakukan intervensi pascabencana. Kementan harus mengidentifikasi dan mencari solusi dampak bencana terhadap Food Estate di Sumba, perbaikan irigasi kecil, persiapan musim tanam Malaka, alat mesin pertanian yang rusak, perbaikan jalan tani, dan ketersediaan bibit-pupuk. KKP harus turun langsung memberi solusi pascabencana kepada para nelayan, pembudidaya ikan, dan pegiat perikanan karena saat ini sekolah perikanan, kolam budidaya, dan kapal alat tangkap mengalami rusak berat.
“Sedangkan KLHK harus menghijaukan daerah hulu sungai, daerah-daerah gundul, terutama daerah tangkapan air (catchman area) dengan melibatkan-memberdayakan masyarakat sekitar. Hikmah bencana alam di NTT adalah pentingnya merawat alam sekitar. Penghijauan di Daerah Aliran Sungai (DAS), misalnya DAS Benenain di Malaka dan penanaman ekosistem mangrove di bibir pantai sangat penting sebagai tindakan pencegahan bencana di NTT. Kita jaga alam, alam menjaga kita,” tambah Ansy.
Ansy menginformasikan, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen untuk segera turun langsung memulihkan petani, peternak, dan nelayan korban bencana alam di NTT. Bahkan, Ibu Menteri KLHK secara pribadi menginformasikan kepada Ansy bahwa ia telah menginstruksikan kepada Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) agar turun langsung mendata dan melihat kemungkinan program intervensi KLHK pascabencana di NTT.
“Saya berkomitmen untuk terus konsisten menyuarakan aspirasi petani, peternak, dan nelayan, dan seluruh masyarakat NTT. Tugas DPR adalah menyampaikan aspirasi, bukan mengeksekusi anggaran atau program. Negara harus didesak untuk bertanggungjawab dalam rehabilitasi, renovasi, dan rekonstruksi pascabencana di NTT. Saya akan mengawal komitmen Kementan, KKP, dan KLHK untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pascabencana di NTT,” tutupnya.
Albert Syukur