Garis Kuning


Bogor, POJOKREDAKSI.COM – Dia tertawa, mengejek batinku.
Hatiku terpana memandang bingung
orang berpakaian loreng.
Ada apa? Pikirku.
Salahku apa?

Si loreng berdiri, wajah memerah
Memandang remeh padaku.
Di dadanya terselip rasa jengkel
Dalam hati berkata, kau pecundang.

Aku gemetar memandang pilu si loreng
Ada garis kuning di tangannya.
Dengan lara, ia tersenyum sinis
Lagi-lagi bidiknya, kau pecundang.

Di halaman rumah ku,
garis kuning melintang.
Hatiku dibuat kaget,
Sepucuk surat di depanku,
Isinya mencemaskan, kau pecundang.

Pilu dilanda resah
kalau ku baca surat putih itu,
Aku bukan koruptor
Aku bukan pembunuh,
Aku bukan penistah,
Aku hanya pencuri,
Yah, aku mencuri untuk bisa makan.

Miskin, sengsara dan hilang harapan
Sementara laku orang kaya melejit
Sedangkan si miskin merenggut nyawa.
Tak ku sangka garis kuning mengecewakan.

Andai waktu kembali,
biar kuning menjadi merah.
Berani ku hadapi,
Hidup di luar harapan.

Batinku terbang,
membisu seraya berbisik
Jangan lagi ada garis kuning.


Tinus Wuarmanuk

POJOKREDAKSI.COM

Baca Juga :  Bak Mengejar Angin, tapi Tuhan punya Sejuta Jawab

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *