Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Megafon (atau lebih populer disebut Toa karena berasal dari merek dagang bernama TOA). Sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia. Benda ini bisa ditemukan di banyak masjid di negeri ini sebagai pengeras suara untuk mengumandangkan adzan, pengajian, dan lain sebagainya. Tidak hanya di masjid, Megafon juga dapat ditemukan di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, bandar udara, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Megafon adalah suatu alat yang biasa digunakan untuk mengeraskan volume suara. Sedangkan TOA itu sendiri sebenarnya merupakan merk dagang speaker megafon ternama buatan Jepang, yaitu TOA Corporation yang didirikan pada tanggal 1 September 1934 oleh Tsunetaro Nakatani, dan berkantor pusat di Minatojima Makamachi, Chuo-ku, Kobe, Jepang. Jadi megafon telah ada jauh sebelum pengeras suara merk TOA tersebut ada.
Kita bahas dulu ya sang penemu megafon. Mengutip dari laman Wikipedia, orang pertama yang menemukan megafon adalah Athanasius Kircher. Lahir di kota Geisa, Jerman, pada tanggal 2 Mei 1602. Ia adalah seorang pastor Katholik dari Ordo Yesuit (Society of Jesus).
Selain seorang pastor, Athanasius Kircher juga seorang ilmuwan. Sepanjang hidupnya ia telah mempublikasikan sekitar 40 tulisan, yang kebanyakan dalam bidang orientalisme, geologi, dan kedokteran. Athanasius Kircher juga seorang penerjemah hieroglif terkenal pada jamannya.
Athanasius Kircher meninggal pada tanggal 17 Nopember 1680 di kota Roma, Vatikan. Demikian penjelasan berkaitan dengan Pastor Athanasius Kircher, penemu megafon.
Sekarang kita bahas TOA. “Sedangkan brand Toa merupakan perusahaan yang didirikan oleh Tsunetaro Nakatani, seorang warga negara Jepang kelahiran 10 Agustus 1890,” Menurut Naviri.org.
Sumber lainnya menyebutkan, merek dagang dari perusahaan alat elektronik asal Jepang ini menyebutkan tahun berdiri pada 1934. Dan, TOA masuk ke Indonesia pada 1960-an.
Kembali kepada toa, disebutkan bahwa Tsunetaro Nakatani sejak muda sudah tertarik pada mikrofon. Ia menggeluti bisnis ini di tengah kecamuk perang dunia II. Dan baru di tahun 1947, perusahaannya mulai mengembangkan produksi pengeras suara berbentuk corong alias terompet.
Baru pada tahun 1954, Tsunetaro Nakatani merilis produk harus pengembangannya dengan nama megafon listrik EM-202. Produk inilah yang diklaim sebagai megafon listrik pertama di dunia dan menjadi cikal bakal jenis toa zaman sekarang.
Toa sendiri masuk ke Indonesia kisaran tahun 1970. Ada juga yang menyebut kisaran tahun 1960.
Menurut Naviri.org, toa masuk ke Indonesia dibawa oleh seorang pengusaha keturunan Tionghoa asal Bangka, Uripto Widjaja. Ia pemilik PT Galva, yang merakit radio merek Galindra. Dan secara resmi, di tahun 1975, Toa bekerjasama dengan PT Toa Galva Industries.
Sulaiman