POJOKREDAKSI.COM – Salah satu akademisi, Yustina Ndung, dalam acara tatap muka paket Deno Madur di rumah gendang Mena, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, minggu lalu meyampaikan orasi politik serta kritikan tanpa data kepada penantang paket DM. Semuanya berdasarkan asumsi yang tidak bisa dibuktikan secara fakta.
Sebagai seorang Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Merdeka Malang, yang pertama dilihat Yustina adalah data dan fakta lapangan. Bicara data berarti bicara fakta yang ada. Kinerja kerja pemerintah hari ini harus dinilai berdasarkan data bukan sekedar mengklaim bahwa pemerintah berhasil. Kemudian, yang perlu dipahami juga bahwa kadang teori yang diajarkan di kelas berbeda dengan praktik dilapangan.
Teori mengatakan A namun praktek dilapangannya adalah B. Permasalah sekarang adalah teori dan praktik hasilnya tidak sama. Satu-satunya cara adalah dinilai berdasarkan data kinerja apakah sesuai sasaran atau tidak. Bukan asumsi.
Yustina seharusnya lebih akademik dalam menilai kinerja pemerintah. Salah satunya adalah menilai kinerja pemerintah kabupaten Manggarai dibawah kepemimpinan Deno Madur.
Selain itu, seorang akademisi perlu melihat hasil survei sebagai pembanding apakah kinerja pemerintah sudah memuaskan hati masyarakat atau belum. Hasil survei membuktikan tingkat penerimaan masyarakat terhadap petahana seberapa besar.
Kalau tingkat penerimaan masyarakat terhadap petahana rendah maka itu menandakan bahwa rakyat tidak puas dengan kinerja kerjanya. Disinilah kata kuncinya.
Yustina Ndung Berkoar Koar Tanpa Data
Selama ini, Yustina Ndung berorasi politik tanpa data. Dia hanya beretorika dengan dalil bahwa oposisi pemerintah meyampaikan hoax. Namun, dia tak mampu menjelaskan data mana yang salah (hoax). Ini menunjukkan bahwa Yustina belum paham secara menyeluruh terkait persoalan Manggarai saat ini. Bisa dikatakan Yustina buta melihat fakta lapangan selama Deno Madur menjadi pemimpin di Manggarai.
Kegagalan Deno Madur dikonfirmasi melalui beberapa data, pertama data ekonomi; Pertumbuhan Ekonomi tahun 2016-2019 stagnan di 5%, Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat rendah terhadap APBD yakni hanya 9% (2019), Garis Kemiskinan yang rendah, Pendapatan perkapita sangat rendah yang hanya Rp.316.910 per bulan (2019), Jumlah Penduduk Miskin yang tinggi mencapai 69.330 jiwa atau 20,55% (2019), Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat sebesar 3,48% (2019), Tingkat Pengganguran Terbuka mencapai 4.745 jiwa (2019)
Kedua, data Indeks Pembangunan Manusia. IPM sebenarnya mau menunjukan kualitas sistem pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Manggarai selama masa kepemimpinan Deno Madur. Rata-rata IPM 2015-2019 hanya 1,3%.
IPM juga berbicara tentang kualitas pendidikan suatu daerah. Kualitas pendidikan tercermin dari hasil rata-rata nilai UN dari setiap tingkat pendidikan. Terkonfirmasi dari
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud), Rata-rata nilai UN tingkat SMP di Kabupaten Manggarai selama tahun 2015-2019 mengalami kemunduran. Rata-rata nilai UN tingkat SMP dari tahun 2015 sebesar 58,68. Di tahun 2019 menjadi 51,48.
Rata-rata nilai UN tingkat SMA khusus jurusan IPA fluktuatif dan cenderung menurun dari tahun 2015 sebesar 47,86 menurun menjadi 47,71 pada tahun 2019. Rata-rata nilai UN jurusan IPS dari tahun 2015 sebesar 46,33 mengalami penurunan yang tajam pada tahun 2019 menjadi 42,12. Kemudian untuk jurusan Bahasa, rata-rata nilai UN tahun 2015 sebesar 47,45 menurun menjadi 44,78 pada tahun 2019. Terakhir, rata-rata nilai UN jurusan SMK menurun tajam dari tahun 2015 sebesar 65,4 menjadi 41,98 pada tahun 2019.
Berdasarkan data BPS Daerah Kabupaten Manggarai, 56,02% usia di atas 5 tahun tidak melanjutkan pendidikan (sekolah).
Melihat data diatas, disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Kabupaten Manggarai sangat-sangat buruk.
Selain itu, Kesehatan menjadi salah satu faktor penting dalam mengukur tingkat IPM suatu daerah. Angka Kematian Bayi meningkat di tahun 2018 sebanyak 83 kasus, Angka Kematian Ibu meningkat di tahun 2019 sebanyak 12 kasus, Banyaknya Bayi Lahir Mati mencapai 76 bayi (2019), Kasus HIV Positif sebanyak 48 orang (2019), Kasus AIDS sebanyak 15 orang (2018), Kasus HIV/AIDS yang Meninggal meningkat menjadi 4 orang (2019), Jumlah Penyadang Cacat meningkat menjadi 3.888 orang (2019).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai per Februari 2020, total kasus Balita Stunting meningkat 6.184 Balita bertambah 1.096 Balita dari 5.088 Balita tahun 2019. Khusus Kecamatan Satarmese, Desa Wewo menduduki posisi persentase tertinggi mencapai 100 persen dengan kasus 49 Balita Stunting, jumlah Balita Gizi Buruk meningkat pada tahun 2020 sebanyak 317 Balita dari 207 Balita tahun 2019.
Selain itu, adanya Calo yang dipakai pihak RSUD dr. Ben Mboi dalam mengurus izin Incenerator di KLHK yang disampaikan oleh Dirjend LPSB3 KLHK, ibu Rosa Vivien Ratnawati dalam acara Sosialisasi Penanganan Limbah B3 Infeksius Covid-19 pada tanggal 04 Juni 2020.
Melihat data diatas, bisa dikatakan bahwa Deno Madur gagal membenahi sistem kesehatan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan data Persentase Realisasi Pelayanan Bidang Kemasyarakatan yang sangat rendah mencapai 47,67% tahun 2019.
Ketiga, Data Infrastruktur Jalan. Kegagalan Deno Madur juga dapat dilihat dari data Kontruksi yakni jumlah proyek (konstruksi) yang diselesaikan tepat waktu dengan target penyelesaian 100 persen.
Berdasarkan data Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Sekertariat Kabupaten Manggarai tahun 2019, jumlah proyek (konstruksi) Kabupaten Manggarai tahun 2016 berjumlah 570 proyek, tahun 2017 berjumlah 490 proyek, tahun 2018 berjumlah 358 proyek, dan tahun 2019 berjumlah 296 proyek.
Pengerjaan proyek yang tidak tepat waktu, tahun 2016 berjumlah 30 proyek, tahun 2017 berjumlah 80 proyek, tahun 2018 berjumlah 7 proyek, dan tahun 2019 berjumlah 22 proyek.
Angka diatas menunjukan, dalam kurun waktu 2016-2019, kinerja kerja proyek (konstruksi) Kabupaten Manggarai gagal memenuhi target.
Salah satu proyek (konstruksi) adalah infrastruktur jalan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Manggarai tahun 2019, total jalan Rusak Berat tahun 2018 mencapai 162,75 Km, meningkat menjadi 623,03 Km tahun 2019 (peningkatan 30%).
Satarmese sebagai daerah yang telah dikunjungi Yustina, Kondisi Jalan Kabupaten yang rusak sepanjang 113,59 Km dari 230,17 Km atau persentase kerusakannya sebesar 49%.
Keempat, data Birokrasi. Berdasarkan data Indeks Profesionalitas ASN Instansi Wilayah Kerja Kantor Regional X- Provinsi NTT, Kabupaten Manggarai menduduki peringkat ke 18 dari 22 Kabupaten Kota dengan nilai Indeks 28,68.
Salah satu indikator perhitungan indeks profesionalitas ASN diukur dari Kinerja ASN. Kinerja ASN di Kabupaten Manggarai hanya sebesar 3,36. Nilai ini mencerminkan selama kepemimpinan Deno Madur tidak ada reformasi birokrasi menuju tata kelola pemerintahan yang baik.
Kelima, penyediaan Listirik belum merata. Masih ada Desa yang belum menikmati Listrik seperti Desa Dimpong Kecamatan Rahong Utara.
Keenam, penyediaan Air Minum Bersih belum merata. Masih terdapat daerah yang belum menikmati Air Minum Bersih seperti Desa Gurung di Cibal.
Ketujuh, persoalan Lingkungan Hidup. KLHK memberi predikat Kota Ruteng Kota Kecil Terkotor di Indonesia tahun 2019.
Pemerintah Anti Kritik, Pemerintah Tangan Besi.
Kekeliruan terbesar yang dibuat oleh Yustina Ndung adalah menilai pengkritik pemerintah sebagai orang yang telah melecehkan pemerintah Indonesia. Indonesia adalah negara demokrasi. Kebebasan berpendapat diatur dalam UU untuk mewujudkan demokrasi itu sendiri. Hanya pemerintah tangan besi yang menilai kritikan sebagai pelecehan.
Sangat disayangkan cara berpikir seorang Dosen Ilmu Sosial dan Politik Unmer ini. Apakah dia paham tentang peran masyarakat (civil society) dalam demokrasi? Bisa dipastikan belum paham dilihat dari cara pandangnya yang mengatakan pengkritik pemerintah telah melecehkan pemerintah Indonesia.
Yustina terlalu mengagung-agungkan prestasi kepemimpinan Deno Madur, sampai lupa akar persoalan yang dialami langsung oleh masyarakat. Mata sang doktor juga buta oleh silauan trofi yang dipegang Deno Madur sebagai alasan Yustina mendukung petahana.
Melihat Manggarai dari sebuah trofi adalah sebuah kenihilan karena melecehkan kepentingan masyarakat. Untuk apa trofi sebanyak itu jika data-data kegagalan diatas terus mengangkang?
Yustina juga terlalu berlebihan untuk menilai setiap kritikan adalah hoax sehingga ia harus hadir bak nabi yang akan meluruskan berbagai informasi yang katanya hanya menyudutkan pemerintah. Seorang akademisi yang telah masuk ke pusaran kekuasaan akhirnya harus dipertanyakan.
Alih-alih meluruskan informasi yang katanya hoax untuk pemerintah (yang layaknya bahasa ini hanya untuk Kim Jong Un saja), Yustina tidak menawarkan data yang sesungguhnya terjadi.
Dalam Pilkada Manggarai memang bukan cerita baru para akademisi tiba-tiba mabuk tanpa melihat fakta dan data. Lebih fatalnya, seorang Dr melabeli diri sebagai akademisi yang pro terhadap demokrasi Manggarai tanpa melihat persoalan secara komprehensif.
Kasian. Matamu dimana?
Hans Pohar