Siswi Non Muslim Harus Berjilbab? Biadab!

Ilustrasi seorang wanita berjilbab/Dok. Istimewa

Bogor, POJOKREDAKSI.COM – Saya sebenarnya tidak tertarik mengomentari kejadian di SMK Negeri 2 Padang, Sumbar, dimana ada siswi non-muslimah dipaksa Sekolahnya untuk memakai jilbab, karena sudah banyak pihak mengomentari, termasuk anggota DPR RI dan Komnas HAM. Namun, banyak pihak meminta saya untuk menulis opini perihal tersebut.

Saya muslim, dan saya juga akan melawan mati-matian, jika anak perempuan saya dipaksa pakai Jilbab di Sekolah. Itu kebebasan siswa/siswi. Guru-guru Kadrun, tidak perlu merasa sok suci, sehingga harus berdalih-dalih agama segala, hanya untuk merampas kebebasan anak di Sekolah.

Kejadian seperti ini terus saja terjadi, dan bagi saya pribadi ini sungguh sangat memuakkan dan menjijikkan. Di Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu, tepatnya di Gunung Kidul, ada SD Negeri yang Kepsek-nya mengeluarkan surat edaran tentang diwajibkannya bagi siswa/siswi berseragam sekolah ala muslim/muslimah. Ini sekolah negeri, terus bagaimana yang non-muslim? Sekali lagi biadab! Suatu bentuk deskriminasi di Sekolah yang jelas melanggar nilai keadilan dan kemanusian.

Tidak ada paksaan di dalam Islam.

Bagaimana, jika si guru Kadrun ini anaknya sekolah di Sekolah Negeri di wilayah Indonesia, dimana agama non-muslim mayoritas, apakah dia mau anaknya memakai simbol-simbol keagamaan non-muslim? Pasti protes dan teriak-teriak kafir. Jelas bukan, sudah bodoh, perilakunya tidak adil.

Seragam Sekolah sudah ada ketentuan secara nasional, ikuti dan patuhi. Biarlah siswa/siswi bebas memilihnya. Guru-guru Kadrun tidak usah usil memberi saran segala, bukan urusannya.
Ini bukan urusan kehidupan keagamaan, melainkan urusan kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana pilarnya adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dimanapun itu berada, selagi masih di wilayah Indonesia, semua harus patuh dan menghormati.

Toleransi harus dibangun atas dasar penghormatan. Bukan hanya memberi ruang kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan agamanya, namun juga menghormati.

Baca Juga :  Pemkab Asahan Sosialisasikan Bahaya Radikalisme dan Terorisme Tahun 2021

Apa yang barusan terjadi di SMK Negeri 2 Padang, telah menjungkirbalikan nilai-nilai toleransi, kemanusiaan, keadilan, dan jauh dari nilai-nilai ajaran agama Islam.

Indonesia adalah bumi Pancasila, dimana tidak pernah bisa menerima cara berfikir yang ekstrim. Dan, Indonesia adalah negara kebangsaan, bukan negara agama.

Ini potret buram wajah pendidikan nasional. Radikalisme dan intoleransi di Sekolah, hanya akan membawa ke jurang kebodohan dan kemunduran. Karena, hanya akan menghasilkan anak didik yang berfikiran sempit, picik, kepala batu, merasa paling benar dan paling berhak merampas kebebasan dan menyingkirkan orang lain yang berkeyakinan beda.

Saya sudah tidak tertarik mengkritisi Kemendikbud RI, karena Kemendikbud RI tidak punya konsep yang jelas dalam membrantas radikalisme dan intoleransi di Sekolah. Kemendikbud RI lagi sibuk dengan hal-hal yang muluk-muluk, yang manfaatnya bagi Indonesia kedepan, masih banyak orang yang meragukan.

Radikalisme dan intoleransi adalah bahaya nyata yang harus dibabat habis dari dunia pendidikan, jika Indonesia ingin maju.

Pecat guru-guru Kadrun, termasuk guru di SMK Negeri 2 Padang. Mereka tidak pantas mengajar di depan kelas, karena wajahnya penuh bopeng kebodohan, ketidakadilan, dan gamang melihat perbedaan. Perbedaan adalah rahmah yang harus disukuri.

Harapan saya hanya tinggal ke TNI dan Polri. Semoga TNI dan Polri bisa menyadari, betapa vitalnya fasilitas Sekolah bagi masadepan Indonesia. Lindungi anak-anak Indonesia dari bahaya radikalisme dan intoleransi di Sekolah.

Ir. KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc., Lic.Eng., Ph.D.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

 

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pojok WA