Artikel, POJOKREDAKSI.COM – Motor, kendaraan roda dua yang identik dengan Indonesia. Suatu mode kendaraan yang bergerak melewati jalanan sempit metropolitan, jalanan tanah pedesaan dan hutan di seluruh Indonesia membawa penumpang, barang dan hal lainnya ke seluruh pelosok negeri.
Diperkirakan 125,3 juta unit berkeliaran di jalan nusantara. Mereka adalah tulang punggung transportasi di negeri ini dan keberadaannya dapat dibilang sebuah kebaikan dan keburukan. Ada banyak isu mengenai motor di Indonesia mulai dari kecelakaan, polusi dan ketergantungannya pada BBM.
Artikel ini berfokus pada potensi dari sumber energi alternatif yang dapat menggantikan BBM, karena BBM merupakan sebuah sumber energi yang tidak dapat terbarukan dan berasal dari SDA yang berada dalam jumlah terbatas di Indonesia diperkirakan Indonesia masih mempunyai beberapa tahun sebelum SDA ini habis.
Maka dari itu diperlukan sebuah alternatif yang memenuhi beberapa kriteria seperti mudah untuk diproduksi, murah dan terbarukan serta memiliki dampak minim terhadap lingkungan.
Salah satu sumber yang cocok ialah bioetanol. Bioetanol pada dasarnya adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme.
Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memilki berbagai macam kadar. Bioetanol digunakan sebagai bahan bakar dan dibuat dari bahan tanaman seperti tebu, singkong dll.
Selain komoditas tersebut, sorgum bisa menjadi alternatif. Sorgum adalah tanaman termasuk kedalam golongan serealia. Tanaman ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan multiguna yang dapat digunakan dalam berbagai bidang, artikel ini memfokuskan kepada aspek bioetanolnya.
Tanaman sorgum termasuk famili rumput-rumputan (Gramineae). Tanaman sorgum dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi ekologi dan masih dapat berproduksi meski kondisi lingkungan kurang baik untuk jenis tar aman serealia lainnya.
Tanaman ini mempunyai kelebihan yang berkaitan dengan kebutuhan air dan toleransi terhadap lahan yang sedang mengalami kekeringan.
Sorgum dikenal akan toleransinya terhadap cekaman abiotis khususnya pada kekeringan maupun cuaca panas.
Di Indonesia, tanaman sorgum cocok ditanam di daerah dataran rendah sampai daerah yang berketinggian 800 mdpl dengan curah hujan antara 375-425 mm, suhu optimal pertumbuhan pada sorgum antara 23 °C – 30 °C dan kelembaban relatif 20-40%. Tanaman sorgum juga masih dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang tergenang atau pada tanah yang berpasir dengan pH tanah berkisar 6-7,5. Kombinasi standar rendah namun output tinggi yang ditawarkan sorgum menjadikannya komoditas yang dapat dibudidayakan bahkan ditempat yang memiliki curah hujan air dan tanah kurang subur.
Semua karakteristik ini membuat sorgum menjadi salah satu komoditas sempurna untuk dijadikan bioetanol. Sorgum memiliki biji dengan komposisi pati 73,8%, yang potensial sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Dari hasil 4-6 t/ha biji dapat dihasilkan 3,6 ton tepung pati atau 1.800 liter etanol/ha.
Pati sorgum dapat dikonversi menjadi bioetanol melalui proses hidrolisis (proses konversi karbohidrat menjadi glukosa) dan fermentasi. Metode hidrolisis dapat dilakukan dengan katalis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan.
Untuk kebutuhan industri bioetanol, pertanaman harus dilakukan sepanjang tahun dan sebaiknya tidak memanfaatkan pertanaman pangan. Untuk pemenuhan industri bioetanol diperlukan lahan yang sangat luas.
Produktivitas sorgum dalam menghasilkan bioetanol adalah 2.000-3.500 liter/ha/musim atau 4000-7000 liter/ha/tahun. Untuk dapat menghasilkan 60 juta kilo liter/tahun sebagai pengganti BBM diperlukan lahan seluas 15 juta ha.
Sebagai perbandingan Ubi kayu, komoditas yang sudah digunakan sebagai bahan baku etanol dapat memproduksi etanol sebanyak 2.000–7.000 l/ha/th jadi dapat dikatakan bahwa sorgum sudah setara dengan komoditas lainnya dalam kemampuan untuk memproduksi bioetanol.
Dibanding BBM, bioetanol memiliki beberapa kelebihan seperti. Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar karena titik nyala atau titik pemicu munculnya api pada senyawa bioetanol tiga kali lebih tinggi dibandingkan bbm biasa, Emisi hidrokarbon lebih sedikit. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bioetanol adalah produk hasil dari tumbuhan, maka sumber daya ini tidak terbatas dan memiliki dampak lingkungan yang lebih sedikit.
Namun, setiap keuntungan juga memiliki kekurangan dan bioetanol juga tidak diperkecualikan. Akibat titik nyalanya yang tinggi bioetanol akan mengalami kesulitan untuk terpicu dalam kondisi dingin, maka pada mesin dingin lebih sulit melakukan starter.
Komposisi kimia dalam bioetanol dapat berdampak buruk bagi logam-logam seperti magnesium dan aluminium jika berkontak dengan bioetanol.
Pemanfaatan bioetanol sebagai pengganti atau suplemen BBM telah diuji coba di berbagai negara. Studi pemanfaatan bioetanol sorgum untuk campuran bahan bakar kendaraan bermotor telah dilakukan di Wallonia (Belgia).
Wallonia memerlukan 16 milyar liter bahan bakar jenis E5, yaitu campuran antara 95% petrol +5% bioetanol. Sebanyak 800.000 liter etanol diperlukan untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar E5 di Wallonia, sumbernya berasal dari sorgum manis (70 %) gula bit atau sugar beet (30%).
Studi kelayakan tersebut dilaporkan berhasil membuktikan kemampuan campuran bioetanol sebagai bahan bakar yang efisien, menguragi jumlah pemakaian bahan bakar fosil, dan mencegah pencemaran terhadap lingkungan.
Di Indonesia sendiri program bioetanol sebenarnya sudah di terapkan seperti penyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia. Kajian peta jalan yang mulai disusun sejak 2021, untuk mendukung program implementasi penggunaan Bioetanol pada bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri Bioetanol di Indonesia.
Salah satu program yang diterapkan dari proyek ini ialah Gerakan bioetanol tebu. Program ini bertujuan untuk memproduksi bioetanol dari tebu, program ini diproyeksikan dapat menjadi solusi peningkatan jumlah produksi bioetanol nasional dari 40 ribu kiloliter di tahun 2022 menjadi 1,2 juta kiloliter di tahun 2030 dan menjadi potensi campuran BBM jenis minyak bensin.
Program ini dicapai dengan cara memperluas lahan tebu dari saat ini 108 ribu hektare menjadi 700 ribu hektare kemudian pemerintah juga bekerja sama dengan Brasil untuk menyediakan bibit tebu varietas unggul sekaligus teknologi modern untuk menanam tebu, serta modernisasi mesin di semua pabrik gula agar membuat proses produksi lebih efisien dan lancar.
Harapan penulis adalah agar implementasi bioetanol di Indonesia dapat membantu Indonesia untuk berkembang agar dapat menjadi negara yang tidak tergantung pada SDA tidak terbaharukan, mengurangi pencemaran pada lingkungan dan mengurangi ketergantungan negara pada negara lain.
Biodata Penulis
Nama: Muhammad Agil Rifai.
Lahir: 16 Juni 2004 di Jakarta.
Terlahir sebagai anak ke empat dari empat bersaudara. Memulai pendidikan di SDN 17 (2010-2016) lalu melanjutkannya di SMPN 164 (2016-2019) kemudian di SMA 74 (2019-2022) setelah itu melanjutkan pendidikan tinggi ke UIN Syarif Hidayatullah, Program studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi.
No Hp: +62812 83573271
Email: rifaiagil40@gmail.com
Alamat: Jl. Tanah Kusir II Blok Haji Leman No.68, RT.9/RW.9, Kby. Lama Sel., Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.