Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Koordinator TPDI, Petrus Selestinus menegaskan menangkap dan menahan Mohammad Rizieq Shihab (MRS) bukanlah suatu perisitiwa yang luar biasa.
“Menangkap dan menahan Rizieq itu hal biasa tetapi yang luar biasa adalah sikap tegas, berani dan konsisten dari Polri memenuhi janji untuk menangkap dan menahan MRS dkk,” jelas Petrus dalam keterangannya di Jakarta, Senin, (14/12/2020).
Petrus menjelaskan publik berharap semoga sikap tegas, berani dan konsisten dari Polri, tidak hanya berhenti pada kasus MRS dkk, dan hanya dilakukan oleh Polda Metro Jaya, akan tetapi harus menjadi sikap dan ciri khas Polri untuk semua kasus di masa yang akan datang.
“Penegakan hukum terhadap MRS harus menjadi langkah awal Negara/Pemerintah menempatkan hukum sebagai panglima, karena selama ini posisi hukum sebagai panglima hanya sebatas slogan kosong, “ Kata Petrus.
Lebih lanjut Petrus berharap, rasa keadilan publik, ketenteraman dan kenyamanan publik dalam tertib sosial masyarakat sebagai hukum tertinggi atau “Salus Populi Suprema Lex” harus diwujud- nyatakan mulai dari sekarang dan untuk selama-lamanya.
“Dengan demikian, ke depan siapapun pimpinan Penegak Hukum (Kapolri, Kapolda, Kapolres dan Jaksa Agung, Kajati dan Kajari), maka sistem hukum yang sudah baku harus ditegakan secara konsisten, harus satunya kata dan perbuatan terutama terkait pelayanan keadilan bagi rakyat banyak, imbuhnya.
Hari hari ini tambah Petrus institusi TNI dan Polri berada dalam legitimasi yang tinggi karena kepuasan publik atas kemauan politik pemerintah menegakan hukum, sehingga TNI dan Polri mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari masyarakat dalam tindakan nyata yaitu menjaga NKRI dan Menegakan Hukum.
Penahanan Terhadap MRS Sah
Terkat penahanan Rizieq, advokad PERADI ini menegaskan Pasal pelanggaran yang disangkakan adalah melanggar pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 160 jo pasal 216 KUHP, dan pada tanggal 12 Desember 2020 dilakukan Penangkapan, disusul dengan Penahanan.
“Ratio legis dari penahanan terhadap seseorang, adalah karena alasan obyektif berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP, juga pada alasan subyektif sesuai pasal 21 ayat (2) KUHAP yaitu terdapat “keadaan yang menimbulkan kekhawatiran” bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi Tindak Pidana,” kata Petrus.
Menahan MRS Mememnuhi Syarat
Menurut Petrus, penyidik memiliki alasan obyektif yaitu ancaman pidana pasal 160 KUHP adalah 6 (enam) tahun penjara dan alasan subyektif untuk menahan MRS adalah timbul kekhawatiran MRS melarikan diri yang didasarkan pada beberapa fakta yang beralasan hukum untuk melakukan penahanan.
Faktor-faktor tersebut, antara lain sbb : Pertama, pada April 2017 saat dipanggil Penyidik Polda Metro Jaya sebagai Saksi dan/atau Tersangka dalam kasus Chat WhatsApp Mesum, MRS tidak datang memenuhi panggilan, bahkan ketika hendak dijemput paksa Penyidik pada Mei 2017, MRS sudah meninggalkan Indonesia dengan alasan Umroh dan tidak segera kembali ke Indonesia.
Kedua, MRS masih akan menghadapi proses penyidikan terhadap belasan Laporan Masyarakat terhadap MRS terkait dugaan tindak Pidana Penodaan Agama, Ujaran Kebencian, Penghinaan dll. yang prosesnya tidak berjalan selama 4 tahun karena MRS lari dari proses pidana.
Ketiga, begitu tiba kembali di Indonesia (setelah menghindar dari penyidikan beberapa kasus pada tahun 2017), MRS langsung melakukan perbuatan lain yang disangkakan sebagai melanggar UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 160 jo pasal 216 KUHP yang menyebabkan MRS ditahan.
Keempat, karena pada tahun 2003 MRS pernah divonis dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan, dan pada Juni 2008 dalam peristiwa pidana yang lain MRS pernah dihukum dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan penjara sehingga status MRS adalah residivis.
Albert Syukur