Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melakukan survey singkat dengan menggunakan aplikasi google form terkait persepsi para guru atas rencana pemerintah membuka sekolah pada Januari 2021.
Survei dilakukan pada 19-22 Desember 2020. Survei diikuti oleh 6.513 responden guru dari sejumlah provinsi, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, D.I.Yogjakarta, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Jambi, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat.
Para guru dalam survey ini mengajar pada jenjang SMP/sederajat sebanyak 44,52 persen, yang mengajar jenjang SD/sederajat sebanyak 25,32 persen; yang mengajar jenjang SMA 15,35 persen dan jenjang SMK 14,60 persen, sedangkan sisanya 0,21 persen mengajar di SLB (Sekolah Luar Biasa). Adapun wilayah kerja responden mayoritas berada di Pulau Jawa (63,7 persen), sedangkan di luar Jawa hanya 36,3 persen).
Dari 6.513 responden guru, yang setuju sekolah tatap muka sebanyak 49,36 persen menyatakan setuju sekolah tatap muka di buka Januari 2021; namun sebenasr 45,27 persen tidak setuju dan yang menyatakan ragu-ragu sebesar 5,37 persen.
Jumlah responden yang menyatakan setuju sebanyak 3215 orang, adapun alasan yang dipilih responden yang setuju sekolah tatap muka dibuka Januari 2021, yaitu Jenuh mengajar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebanyak 22 persen.
Selain itu materi sulit/sangat sulit dan praktikum tidak bisa diberikan secara daring sebanyak 54 persen. Sebagian siswa yang diajar tidak memiliki alat daring, sehingga tidak mengikuti PJJ sebanyak 9,3 persen;
“Sinyal tidak stabil sehingga menjadi kendala PJJ sebanyak 5,8 persen. Lainnya sebanyak 8,9 persen. Yang mengisi lainnya antara lain menyebutkan bahwa wilayah responden menjar merupakan wilayah kepulauan yang masuk zona hijau atau kuning.”
“Para guru merasakan bahwa peserta didiknya pasti mengalami kesulitan untuk mengerjakan matei pelajaran dengan tingkat kesulitan tinggi, karena materi seperti itu tidak optimal diberikan secara daring, tetapi harus melalui pembelajaran tatap muka, minimal seminggu sekali,” ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Jumlah responden yang menyatakan tidak setuju sebesar 2948 orang. Adapun alasan responden yang menyatakan tidak setuju sekolah tatap muka di buka pada Januari 2021.
Rinciannya adalah kasus covid-19 masih tinggi sebesar 40,70 persen, khawatir tertular covid-19 di sekolah sebesar 27,74 persen, Sudah berusia di atas 50 tahun ditambah penyakit penyerta sebesar 10,44 persen, Infrastruktur dan protocol kesehatan atau SOP Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di sekolahnya belum memadai sebesar 14,31 persen.
Lainnya sebesar 6,8 persen, jawaban lainnya diantaranya adalah belum ada sosialisasi protocol kesehatan dari pihak sekolah dan Tidak memiliki kendaraan pribadi, sehingga harus naik angkutan umum yang rentan tertular covid-19.
“Mayoritas responden memang menolak buka sekolah tatap muka karena masih tinggi kasus, pandemic belum dapat dikendalikan pemerintah, sehingga mereka sangat khawatir tertular covid-19, apalagi untuk guru-guru yang usianya sudah lebih dari 50 tahun dan disertai pula dengan penyakit penyerta seperti diabetes, jantung dan lain-lain,” pungkas Heru.
Adapun rekomendasi FSGI adalah,
Pertama, FSGI mendorong pemerintah daerah untuk hati-hati dalam memutuskan membuka sekolah pada Januari 2021 karena kasus covid masih tinggi dan belum dapat dikendalikan;
Kedua, FSGI mendorong pemerintah tetap menetapkan bahwa 4 Januari 2021 sebagai awal semester genap, namun bukan berarti pembelajaran tatap muka dilakukan pada 4 Januari 2021, karena masih butuh waktu lama dalam penyiapan infrastruktur dan protocol kesehatan adaptasi kebiasaan baru di sekolah;
Ketiga, FSGI mendorong pembukaan sekolah di mulai dari kelas paling atas, pada jenjang paling tinggi dan disertai ujicoba dengan 25% siswa;
Keempat, FSGI mendorong tes antiden untuk seluruh pendidijk dan peserta didik yang akan melakukan pembelajaran tatap muka.
Willy Matrona