Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) yang diselenggarakan oleh para mantan kader PD, akibat ketidakpuasan terhadap managemen dan tatakelola PD, mengungkap fakta mencengangkan yaitu “terjadi praktek demokrasi seolah-olah” di dalam tubuh PD, selama bertahun-tahun.
Oleh sebab itu KLB PD di Sibolangit harus dilihat sebagai suatu sikap kritis dan korektif terhadap ketidakjujuran elit PD dalam menatakelola PD, demi memperkuat dinasti SBY melalui sistem feodalisme dan oligarki yang lolos dari pantauan publik, pemerintah dan kader-kader di PD sendiri.
Modusnya adalah, semua posisi dan jabatan strategis dalam PD (Ketua Umum, Ketua Majelis Tinggi, Sekjen, Ketua Dewan Pembina dll.) hanya dipercayakan kepada keluarga inti SBY dan Kroninya, kemudian dikunci dengan rumusan AD-ART dan Peraturan Partai untuk menutup pintu bagi kader-kader potensial lainnya menduduki jabatan-jabatan strategis di PD.
UU Partai Pokitik, menyerahkan semua isu tentang tata kelola Partai Politik diatur melalui AD, yang memuat paling sedikit : asas, visi, misi, nama, lambang, tanda gambar, kepengurusan, pemberhentian anggota, mekanisme rekrutmen, sistem kaderisasi dll. tetapi tidak mengatur rumusan detailnya, sehingga ini menjadi cek kosong yang diisi secara bebas oleh elit Partai meskipun dalam Forum Tertinggi Pengambilan Keputusan Partai Politik.
KOREKSI AD-ART YANG BERMUATAN DINASTI.
UU Partai Politik, mengharuskan setiap pendirian Partai Politik menyertakan AD-ART Partai Politik guna diverifikasi dan mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dalam waktu sekitar 60 hari, begitu pula dengan setiap perubahan terhadap AD-ART, diharuskan untuk didaftar, diverifikasi dan disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Kewenangan Menkum-HAM melakukan verifikasi administratif setiap AD-ART dan perubahannya, terkandung makna bahwa Menkum-HAM berwenang melakukan koreksi terhadap isi atau substansi AD-ART Partai, tidak saja pada asas, visi dan misi Partai Politik tetapi juga koreksi terhadap ketentuan yang menyumbat proses dan hak demokrasi kader demi membangun Dinasti, Oligarki dan watak Feodalisme dalam Partai.
Dengan demikian Menkum-HAM harus ikut bertanggung jawab terhadap isi AD-ART PD dan Parpol lainnya yang selama ini telah melakukan praktek menyumbat saluran dan hak demokrasi kader Partai demi menempatkan Bapak/Ibu, Anak, Menantu, Besan, Ipar dll.(dinasti dan kroninya) dalam pos-pos strategis demi memperpanjang status-quo di dalam Partai Politik, secara turun temurun.
PERLUAS KEWENANGAN MENKUM-HAM.
Karena itu kewenangan Menkum-HAM harus diperluas untuk membatasi seorang Ketua Umum Partai hanya boleh menjabat paling lama 2 periode, guna membatasi praktek oligarki, feodalisme dan dinasti yang tumbuh di dalam Parpol.
Jika tidak dilakukan pembatasan, maka oligarki, feodalisme dan dinasti Partai Politik yang ada hanya melahirkan model “demokrasi seolah-olah” seperti halnya yang terjadi pada PD, dimana meskipun ada pintu KLB untuk ganti Ketua Umum dll., tetapi wewenang menentukan KLB sangat bergantung kepada keputusan Ketua Majelis Tinggi, yaitu SBY sebagai ayah AHY, Ketua Umum PD.
Ini sesuatu yang sangat prinsip, karena menyangkut nilai moral dan etik di dalam berpolitik yang telah menjadi tuntutan publik dan untuk kepentingan demokrasi yang efektif, terlebih-lebih untuk Partai Politik, dapat memenuhi visi dan misi besarnya yaitu mewujudkan tujuan nasional dan kepentingan publik lainnya.
(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI)