Negara Masih Setengah Hati Menyelesaikan Aksi Kekerasan

Petrus Selestinus, Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores/dok.pribadi
Flores, POJOKREDAKSI.COM-Aksi kekerasan yang keji terhadap satu keluarga tak bersalah di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, (27/11/2020), mendapat kecam dari Kongres Rakyat Flores (KRF).

Menurut Petrus Selestinus selaku Ketua Presidium  KRF, aksi terorisme yang berhubungan dengan radikalisme dan intoleransi adalah tindakan yang harus dikecam.

Aksi terorisme terkait radikalisme dan intoleransi atas dasar SARA, membuat satu keluarga dibunuh, enam rumah warga dan satu tempat ibadah juga ikut dibakar. Diduga dilakukan oleh kelompok Radikal Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, sisa-sisa kelompok Santoso yang belum berhasil ditumpas dan bermukim di tengah hutan selama ini.

Menurut Petrus dalam press release yang diterima Pojokredaksi.com, Minggu, (29/11/2020), Negara harus segera pulihkan trauma masyarakat, terutama rasa aman bagi masyarakat warga di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, agar konflik-konflik horizontal yang pernah terjadi pada masa lampau seperti peristiwa kerusuhan Poso I dan Poso II tahun 1999- 2000,  tidak terjadi di Kabupaten tetangga di Provinsi Sulawesi Tengah.

“Kebijakan dan Keputusan politik negara, seharusnya memberi wewenang penuh kepada Polri dan TNI agar memberikan rasa aman bagi warga setempat, menjamin tidak akan terulang dan tidak meluas aksi terorisme ini sekaligus menangkap dan memproses hukum kelompok pelaku yang membunuh secara sadis, warga yang tidak bersalah di Desa Lembon Tongoa,” sebut Petrus.

Petrus menilai bahwa, peristiwa ini membuka lagi memori publik tentang konflik neraka Poso I, Poso II dan Poso III pada tahun 1998 dan 2000 lalu, sebagai konflik horizontal (komunal) atas dasar SARA di Poso, Sulawesi Tengah. “Oleh karena itu Pemerintah tidak boleh bersikap setengah hati ketika menghadapi aksi terorisme di manapun di Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga :  KOORDINATOR PEREKAT NUSANTARA : ARTERIA DAHLAN MESTI DIRECALL KARENA MELECEHKAN BAHASA SUNDA, SEKALIGUS MELECEHKAN PASAL 32 AYAT (2) UUD 1945

Kata Petrus, peristiwa pembunuhan biadab atas dasar SARA di tengah umat beragama di Indonesia, pertanda bahwa aksi terorisme yang berakar pada radikalisme dan intoleransi sedang menguat dan belum berhasil ditumpas. “Negara masih setengah hati bertindak, padahal tugas negara adalah melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat UUD 45.”

Tuntutan KRF

Kongres Rakyat Flores, meminta Polri jangan biarkan peristiwa biadab di Desa Lemban Tongoa, menjadi cikal bakal atau babak baru lahirnya konflik horizontal atau membangunkan sel-sel konflik komunal horizontal Poso yang pernah terjadi yang disebut konflik neraka di Poso ikut beraksi, mengingat Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso bertetangga dekat, hanya (25 km). 

KRF, mendesak agar Polri mengusut tuntas peristiwa biadab berupa pembunuhan, pembakaran rumah dan penganiayaan berat di Lembon Tongoa, Kabupaten Sigi melalui suatu penyelidikan “due proses of law” apakah peristiwa biadab ini terkoneksi dengan ceramah Rizieq Shihab beberapa hari lalu tentang ancaman penggal kepala di jalanan bagi siapa saja yang menghina Islam, Ulama dan Nabi.

Peristiwa pembunuhan biadab atas dasar SARA di tengah umat beragama manapun di Indonesia, pertanda bahwa Negara masih setengah hati bahkan gagal menumpas aksi terorisme yang berakar pada Radikalisme dan Intoleransi selama puluhan tahun, padahal tugas negara adalah melindungi seluruh warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat UUD 45.

Editor: Tinus Wuarmanuk

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *