Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Anak dengan kebutuhan khusus biasa dikenal dengan istilah special needs ada banyak macam, salah satunya adalah Down Sindrom. Tepat hari ini adalah Hari Down Sindrom Sedunia atau dalam bahas Inggris disebut World Down Syndrome Day (WDSD) diperingati setiap 21 Maret yang jatuh pada hari Minggu ini (21/3/2021).
Hari Down Sindrom sedunia ini merupakan kesempatan tahunan bagi komunitas down sindrom global untuk saling terhubung dengan berbagi ide, pengalaman, dan pengetahuan; memberdayakan satu sama lain; mengadvokasi dan menjangkau perubahan positif persamaan hak bagi orang dengan down sindrom.
Tahun ini, Hari Down Sindrom sedunia mengangkat tema #CONNECT, yaitu panggilan pada seluruh komunitas dunia untuk terhubung satu sama lain di tengah pandemi COVID-19 yang mewabah sejak 2020. Tujuan dari tema tersebut adalah untuk memastikan semua orang dengan down sindrom dapat terhubung dan berpartisipasi secara setara dengan orang lain.
Dikutip dari alodokter.com, Penderita Down Syndrome memiliki kelainan fisik khas, yang kadang bisa dideteksi sebelum lahir, antara lain:
- Ukuran kepala agak kecil.
- Bagian belakang kepala datar.
- Sudut mata luar naik ke atas.
- Bentuk telinga kecil atau tidak normal.
- Lidah pecah-pecah.
Hari Down Sindrom Sedunia telah diresmikan oleh PBB sebagai hari kesadaran global sejak 2012. Tanggal 21 Maret dipilih sesuai dengan filosofi keunikan down sindrom, yaitu 3 copy kromosom ke-21 yang juga dikenal dengan nama trisomy 21. Adanya kelainan pada perkembangan kromosom tersebut yang menjadi penyebab down sindrom.
Yang perlu diketahui masyarakat banyak, Down sindrom adalah kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang disebabkan oleh abnormalitas kromosom. Perlu diketahui juga bahwa down sindrom sangat berbeda dengan autisme. Jika down sindrom disebabkan oleh faktor genetik (kelainan kromosom) autis disebabkan oleh banyak faktor, bukan karena kelainan kromosom.
Down syndrome adalah salah satu abnormalitas akibat kelainan kromosom. Down sindrom merupakan kelainan genetik yang cukup sering terjadi. Data WHO memperkirakan 3000 hingga 5000 bayi terlahir dengan kondisi ini setiap tahunnya. Dengan penanganan yang tepat, penderita dapat hidup dengan sehat dan mampu menjalani aktivitas dengan mandiri, walaupun kelainan belum dapat disembuhkan.
(Sulaiman)