Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Prinsip-prinsip Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan dari Putusan Hakim sebagai ‘Wakil Tuhan’, sungguh-sungguh harus berwatak, bermakna, dan berkeadilan. Hakekatnya harus berwatak dan harus bermakna ‘Adil, Aspiratif, Responsif, dan Progresif’.
Butiran terinti dan terdalam dari “Toga” dan makna “Palu” Hakim, adalah Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan. Sejatinya dan sesungguhnya adalah Mulia, Suci, dan Agung. Putusan Hakim harus dan mutlak “menyatakan dan menghidupkan” Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan tersebut. Kualitas dan integritas Putusan Hakim menandai, memaknai, menegakkan, dan memastikan akan Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan Kehakiman dan Peradilan.
Saya pernah berdiskusi dan berdialog dalam kesempatan berbeda, bersama dengan beberapa Pimpinan yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Agung RI (MA-RI) bahkan juga Ketua Mahkamah Konstitusi RI (MK-RI). Terakhir bersama dengan sahabat baik dan lama saya, yaitu Ketua MA-RI saat itu : Prof. Dr. H.M. Hatta Ali, S.H., M.H. Konstruksi dan substansi atau materi diskusi dan dialog adalah mengenai perspektif Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan Kehakiman dan Peradilan berbasis pada Putusan Hakim yang adil, aspiratif, responsif, dan progresif.
Saya pernah bertanya (berdialog) dalam sesi tanya jawab kepada sejumlah calon Hakim Agung MA-RI dan calon Hakim Mahkamah Konstitusi MK-RI mengenai perspektif tersebut ketika saya sebagai Anggota Komisi Hukum DPR-RI beberapa kali terlibat aktif mengikuti Fit and Proper Test terhadap para calon Hakim Agung MA-RI dan calon Hakim Mahkamah MK-RI. Perspektif hakiki dari sesi dialog tersebut semakin menguatkan bahwa Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan Kehakiman dan Peradilan, pada akhirnya terletak dan tertegak pada kualitas dan integritas Putusan Hakim.
Saya juga teringat ulang kembali perihal Judul Skripsi (S1 Ilmu Hukum) saya. Berikut dengan keseluruhan proses penelitian, penulisan, pengujian, dan pembahasan Skripsi tersebut. Ingatan ulang kembali tersebut “berkaitan” dengan konteks “Persidangan” kasus kejahatan Pembunuhan Berencana terhadap Brigadir Pol. Nofriansyah Yosua Hutabarat sebagai korban, dan dengan pelaku intelektual utama kejahatan Pembunuhan Berencana adalah Ferdy Sambo sebagai terdakwa. Terdakwa lainnya adalah Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Wibowo. Dan Bharada Pol. Richard Eliezer Pudihang Lumiu (berstatus Justice Collaborator).
Judul Skripsi tersebut adalah : “Disparitas Penerapan Ancaman Pidana Mati Terhadap Kejahatan Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP). Guru Besar Pembimbing Utama sekaligus Ketua Tim Penguji saya saat itu adalah Prof. Dr. Bambang Poernomo, S.H. Ada dinamika dan terjadi dialektika perspektif pemikiran di antara kami ketika itu.
Keseluruhan ekosistem, tahapan proses, dan puncak tertinggi dari kualitas dan integritas Putusan Hakim terhadap kejahatan Pembunuhan Berencana tersebut dengan pelaku intelektual utama Ferdy Sambo, harus sungguh-sungguh dan mesti benar-benar berwatak, bermakna, dan berkeadilan. Putusan Hakim harus dan mesti aspiratif, responsif, progresif, dan berkeadilan dari perspektif dan kepentingan korban (Brigadir Pol. Nofriansyah Yosua Hutabarat), keluarga korban, dan publik.
Meskipun Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Richard) menjadi salah seorang yang terlibat dalam hal tersebut, namun Richard adalah bawahan Ferdy Sambo, dan sebagai bawahan yang diperintah langsung oleh terdakwa Ferdy Sambo. Untuk kemudian Richard terpaksa dalam tekanan paksaan tinggi harus sesegera mengikuti, mematuhi, dan melaksanakan perintah langsung dari Ferdy Sambo. Walaupun Richard menjadi salah seorang terdakwa tetapi Richard sangat sungguh-sungguh sudah mengakui perbuatannya dengan amat penuh kejujuran dan keterbukaan. Richard secara jujur, terbuka, berani, dan tegas telah membongkar dan mengungkap kejahatan Pembunuhan Berencana tersebut.
Atmosfir kejahatan Pembunuhan Berencana tersebut, pada awalnya berada dalam “awan kabut kehitaman dan alam cuaca kegelapan”. Namun pada akhirnya, terbongkar dan terungkap sehingga bergerak menuju “awan terang dan alam benderang”. Terang benderang tersebut karena akibat dari kesediaan dan keterangan Richard untuk membongkar dan mengungkap kejahatan Pembunuhan Berencana tersebut secara jujur, obyektif dengan terbuka, berterus terang, dan akurat.
Semoga Nilai-Nilai Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan Putusan Hakim yang adil, aspiratif, responsif, dan progresif – sebaiknya dan seharusnya memperhatikan dan memberikan keadilan bagi Richard. Kualitas dan integritas Putusan Hakim berkeadilan bagi Richard yang telah membuka, membongkar, dan mengungkap tabir “kehitaman dan kegelapan” kejahatan Pembunuhan Berencana tersebut. Sehingga bergeser dan bergerak menjadi tambah terang dan semakin benderang. Richard adalah Justice Collaborator (JC).
Hakim pada dasarnya tentu dan memang harus independen dan mandiri. Independensi dan kemandirian Hakim diakui, dilindungi, dan dijamin. Namun Putusan Hakim juga sebaiknya dan seharusnya menegakkan dan memancarkan “Sinar Terang” Kemuliaan, Kesucian, dan Keagungan, yang berwatak dan bermakna aspiratif, responsif, progresif, dan berkeadilan bagi korban (Brigadir Pol. Nofriansyah Yosua Hutabarat), keluarga korban, dan publik. Rasio dan Rasa Keadilan demi untuk perspektif dan kepentingan korban. Juga demi untuk perspektif dan kepentingan keluarga korban bahkan publik. Korban, keluarga korban, dan publik sangat mendambakan dan mengharapkan Keadilan akan Putusan Hakim yang Mulia, Suci, dan Agung, dengan penuh “Doa Terbaik” dan sarat Pengharapan Tertinggi”.
(LS)