Jakarta, Pojokredaksi.com – Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia menggelar Diskusi (Dispol Seri 19) dengan tema ekonomi. Salah satu hal yang disoroti yakni bagaimana kreatifitas umat meningkatkan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber di antaranya Yakobus (Jack) Bouk selaku Pelaku Usaha SEWANGI JAHEKU (SereWangi, Jahe dan Kunyit), Budhi Hendarto (Pegiat UMKM) dan Rm. Kristoforus M. B Oki, PR (Pastor Pegiat Ekonomi Umat di Laktutus, Atambua, NTT).
Dalam materinya, Yakobus (Jack) Bouk mengatakan membangun spirit adalah hal yang utama dalam membangun ekonomi umat. Menurutnya spirit tersebut sesuai seruan gereja yakni kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat atau umat yang miskin, sederhana dan menderita.
Selain itu, perlunya membangun mitra yang kuat baik kepada gereja maupun kelompok masyarakat yang lainnya. Ia mengungkapkan hal itulah yang dilakukannya dalam mengembangkan usaha termasuk usaha Serewangi Jaheku yang saat ini sedang dikembangkan pihaknya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Saya sebagai orang NTT merasa daerah saya terbelakang. Ada yang menyebut nanti Tuhan tolong, nasib tak tentu. Saya akhirnya ingin membawa ke luar dari julukan yang negatif seperti ini,” kata Jack Bouk saat diskusi yang digelar secara virtual itu, Kamis (15/10).
Ia mengakui cap negatif terhadap NTT membuat ia memikirkan peluang yang tepat untuk wilayah tersebut. Setelah melakukan studi bersama teman-temannya untuk mencari komoditi yang cocok bagi daerah yang curah hujannya rendah. Mereka memilih Sere, kunyit dan Jahe sebagai bahan percobaan.
“Kita mencoba mempraktekan di sebuah perkebunan di Subang yakni perkebunan serewangi seluas 40 hektar. Kita melakukan studi dari penanaman sampai produksi perminyakan. Setelahnya kita memutuskan untuk mengembangkannya di daerah NTT, Karena 3 komoditi komoditi ini cocok dengan tanah yang kering” jelasnya.
Ketiga komoditi ini adalah komoditi unggulan di wilayah NTT. Selain itu pembudidayaanya juga tidak sulit terutama bagi yang baru memulai. Pergantian bibitnya juga terjadi 15 tahun sekali sehingga tergolong gampang.
“Setelah sekali ditanam, 15 tahun lagi baru diganti dengan bibit yang baru. Komoditi ini juga dipanen tiap tiga bulan sekali selama kurun waktu 15 tahun. Saya yakin tiga komoditi ini membantu ekonomi masyarakat dan umat gereja di NTT. Tinggal bagaimana untuk mengatur secara permanen untuk memberi bibit dan mendorng mereka meningkatkan pendapatnya,” imbuhnya.
Pegiat UMKM, Budi Hendarto mengungkapkan gereja sebagai umat Allah harus mengambil bagian untuk menggerakan UMKM sebagai tawaran ekonomi kerakyatan atau ekonomi umat. Hal itu kata dia menjadi solusi menghadapi pandemi corona (Covid-19) dan juga menjawab tantangan angkatan kerja yang berada di angka 3 juta tiap tahunnya.
“Sebagai umat gereja kita harus mengambil bagian dalam membangun ekonomi umat. Maka yang perlu dilakukan adalah dengan menciptakan UMKM. Sudah banyak narasi ekonomi kerakyatan, yang susah adalah menciptakan UMKM,” kata Budi.
Ia menambahkan selain menciptakan UMKM, pendampingan untuk pelaku UMKM juga perlu dilakukan. Pendampingan tersebut, kata dia, tidak hanya untuk warga gereja Katolik saja tetapi juga dari agama lain atau kelompok lain.
“Rakyat kecil perlu pendampingan. Ayo kita ke masyarakat di sekitar, bukan saja kepada agama sendiri tetapi juga agama yang lain yang membutuhkan,” bebernya.
Ia menyebut tantangan yang paling besar dalam membangun UMKM adalah tradisi gengsi yang telah mempengaruhi prilaku entrepreneur. Orang tua juga menjadi faktor yang mempengaruhi prilaku gengsi tersebut.
“Misalnya menganggap bekerja sambil kuliah akan menghambat proses kuliah. Merasa gengsi dan malu dengan menjual pecel lele, ayam goring dan bak mie. Padahal sekolah sambi berbisnis tidak ada salahnya dari sekarang. Bahayanya orang tua juga ikut mendukung,” kata dia.
Budi menjelaskan sikap seperti ini akan semakin mempersulit untuk mengentrepreneurkan bangsa. Ia berharap pola seperti ini mesti dirubah dan kaum muda mesti dibekali dengan keterampilan dan spirit wirausaha sejak dini termasuk menstimulasi inovasi dan kreativitas.
“Kita memberi keterampilan, memberikan spirit. Dengan demikian ekonomi kerakyatan dari bawa ke atas, bukan sebaliknya. Maka gerakan mewirausahakan dapat tercapai,” pungkas Budi.
(Abet T)