Jakarta, POJOKREDAKSI.COM – Kongres Rakyat Flores (KRF), menyesalkan sikap Presiden Jokowi yang tergolong ketinggalan Kereta alias terlambat, ketika merespons peristiwa pembantaian secara biadab satu keluarga berikut pembakaran Rumah dan Gereja di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kecamatan Pelolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat, (27/11/2020) lalu.
Menurut Ketua Presidium KRF, Petrus Selestinus, presiden Jokowi mestinya menjadi orang pertama yang mengutuk keras peristiwa tidak berperikemanusiaan di Sigi dan menyatakan belasungkawa sebagai wujud empatinya terhadap keluarga korban.
Namun lanjut Petrus Presiden sangat terlambat.
“Presiden baru merespons pada hari ke tiga setelah pembantaian terjadi. Itu kejam. Itupun setelah peresiden melakukannya setelah mendapat kritik pedas dari sejumlah pihak, jelas Petrus melalui Pesan tertulis yang diterima pojokredaksi.com, Selasa, (1/12/2020).
Padahal kata Petrus, dilihat dari bobot peristiwa dan dampak politik yang ditimbulkan, maka meskipun akhirnya Presiden Jokowi mengutuk keras peristiwa pembantaian dan menyatakan dukacitanya, namun sikap demikian menjadi tidak bermakna dan kehilangan bobot kenegarawanan sekalipun hanya sekedar penglipur lara.
Apa yang Salah dengan Minoritas
KRF pun mempertanyakan soal kedudukan kelompok minoritas di negeri ini, terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya.
“Apakah ada yang salah atau ada yang kurang dari warga minoritas di negeri ini, sehingga hanya sekedar menyatakan belasungkawa dan empati kepada korban kebiadaban teroris di Sigi, sementara di tempat lain, Jokowi utamakan?
Seperti tambah Petrus peristiwa penistaan agama di Prancis, Presiden Jokowi begitu cepat merespons dan mengecam keras sikap Prancis yang menghina Nabi Muhmmad SAW lewat karikatur dan mengecam pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang melukai perasaan Umat Islam dan dipublikasikan secara luas.
KRF pun melihat untuk teror di Sigi, Presiden Jokowi sedang menimbang-nimbang untung rugi dan dampak politik elektoralnya terhadap kepentingan putra dan menantunya yang sedang ikut Pilkada di Solo dan Medan.
Jokowi Kejam
KRF menilai gelagat politik Jokowi akhir-akhir ini lebih memilih bersikap kompromi dengan kelompok yang dalam aktivitas sosial poltiknya, mengedepankan politik identitas.
“Jokowi diduga mengkalkulasi untung rugi mengutamakan keselamatan dinastinya dalam pilkada dari pada harus bersikap mewujudkan tujuan nasional dan memenuhi tuntutan rasa keadilan publik,”tegas Petrus.
Jika demikian tambah Petrus Jokowi terlalu kejam bahkan tidak adil terhadap kelompok minoritas di negeri ini.
Jika hanya untuk kepentingan elektoral demi dinasti dan kroninya, lalu Jokowi memilih sikap mempertaruhkan kepentingan strategis nasional dengan membiarkan Rizieq Shihab dan FPI bersikap intoleran dan radikali terhadap kelompok minoritas, menghina TNI, Polri bahkan Jokowi sendiri.
“Sejumlah peristiwa besar yang berdimensi mengganggu kepentingan strategis masional, namun Jokowi hanya bisa mencopot Kapolda, Kapolres dan bahkan KUA Tanah Abang. Sementara peristiwa pokok yang menjadi causa Kapolda, Kapolres dan KUA dicopot tidak diproses bahkan kasus-kasus lama yang korbannya adalah kelompok minoritas dibiarkan ngambang di Kepolisian hingga sekarang.,” tutup Advokat PERADI ini.
Albert Syukur
