Manuver Uskup Ruteng Terkait Geothermal Lukai Hati Warga Wae Sano

Ruteng,POJOKREDAKSI.COM – Uskup Ruteng, Mgr Spirianus Hormat membuka pintu bagi pemerintah untuk melanjutkan proyek panas bumi di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat. Hal tersebut ia sampaikan melalui surat kepada Presiden Joko Widodo pengujung bulan lalu dengan tembusan Bupati Manggarai Barat, Gubernur NTT, Menteri Keuangan, Menteri ESDM , Menteri KLH dan Bank Dunia.

Keputusan pimpinan tertinggi Gereja Katolik di wilayah Manggarai Raya itu manuai protes dari warga setempat, termasuk klaim-klaimnya dalam surat itu.

Terbitnya surat tersebut membuat warga yang tetap konsisten menolak proyek itu menggelar rapat mendadak pada Minggu, 6 Juni.

Dalam rapat itu, mereka begiliran menyimak isi salinan surat Uskup Sipri yang dikirimkan kepada presiden pada 29 Mei.

Pernyataan Uskup

Melalui surat itu, uskup memberitahu presiden bahwa pemerintah melalui Tim Pengelolaan Sosial Proyek Panas Bumi Wae Sano telah melakukan berbagai kegiatan “sosialisasi intensif maupun dialog yang transparan” dengan berbagai elemen, baik Gereja Katolik maupun warga Wae Sano.

Dalam suratnta, Uskup Sipri menegaskan “pihak Keuskupan Ruteng memahami dan dapat menerima penjelasan-penjelasan dari pihak pemerintah tentang persoalan-persoalan yang menjadi keprihatinan masyarakat Wae Sano.”

Uskup Sipri menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi jaminan pemerintah atas keamanan proyek tersebut, di antaranya terkait eksistensi kampung dan situs adat, pembentukan lembaga pengaduan serta komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Poin terakhir suratnya, merekomendasikan agar proyek itu ditindaklanjuti.

Proyek itu, tulisnya, “menyediakan energi listrik terbarukan yang ramah lingkungan demi kemajuan bangsa dan wilayah Manggarai Barat dan yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Wae Sano serta melindungi dan mengembangkan integritas ciptaan dan warisan kultural setempat.”

Baca Juga :  KPU Apresiasi Gubernur Edy Rahmayadi Atas Lancarnya Pilkada Serentak di Sumatera Utara

Penolakan dan Protes

Surat tersebut sama sekali tidak mengakomodasi suara penolakan dan protes yang saat ini masih terus disuarakan warga, termasuk yang disampaikan saat pewakilan dari Keuskupan Ruteng hadir di Wae Sano bersama perwakilan dari pemerintah dan perusahan akhir bulan lalu.

“Kalau ada informasi bahwa kami sudah setuju, itu bohong, itu informasi yang salah. Bisa saja itu klaim pemerintah dan perusahaan karena program ini milik mereka,” kata Stef Abur, salah satu warga.

“Fakta yang ada hari ini, kami semua masih konsisten menolak geothermal. Secara pribadi, saya sangat menolak geothermal karena ini sangat mengganggu ruang hidup saya,” tambahnya.

Yosef Erwin, warga lainnya menegaskan, “sebenarnya asumsi atau penilaian bahwa masyarakat di sini sudah diam atau oke-oke saja atas kegiatan tersebut adalah penilaian yang sangat salah.”

Ia mempertanyakan bagaimana warga, termasuk ibu-ibu memprotes kehadiran Bupati Manggarai Barat Edi Endi, bersama perwakilan dari perusahan dan Keuskupan Ruteng mendatangi Kampung Nunang pada 22 Mei untuk meninjau titik bor.

“Waktu itu, ibu-ibu dan masyarakat teriak hadang bupati,” katanya.

“Kalau ada kesimpulan masyarakat sudah setuju, itu kebohongnan. Saya berani menyatakan, masyarakat masih menolak, saya berani mempertanggungjawabkan itu,” katanya.

Ia menjelaskan, pengakuan uskup dalam suratnya bukan berarti bahwa proyek geothermal itu akan jadi.

“Itu laporan bahwa mereka sudah melakukan kegiatan dan poin-poin yang ada di dalamnya itu ialah menurut mereka,” katanya.

Rofinus Rabun, warga lain menambahkan, “saya menyesal bahwa ternyata ada oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab.”

“Kalau ada yang menyatakan kami sudah setuju, itu kebohongan yang dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya.

Fransiska Asni, ibu dari Kampung Adat Nunang menyatakan akan tetap menolak sekalipun proyek itu dilakukan di luar wilayah garapan mereka.

Baca Juga :  Berhasil Ungkap 28 Kg Shabu, Ketua DPC. GRANAT Apresiasi Kinerja Polres Asahan

Menurut dia, dari informasi yang beredar ada beberapa warga kampung tetangga, seperti di Lempe yang sudah menerima proyek tersebut.

“Kalau misalnya titik-titiknya dibuat di Lempe, apakah tidak berdampak kepada kami di sini?” ujarnya.

Valentinus Emang, warga lain mengisahkan, pada 13 Desember 2020, ada tim yang menemui tua adat di Kampung Dasak, membawa membawa satu botol tuak dan satu bungkus rokok, meminta agar mereka mengadakan aktivitas di sana pada tanggal 15 Desember.

“Tetapi, kami yang pergi tolak waktu itu sehingga kegiatan mereka batal,” katanya.

Jadi, jelasnya, “kalau ada pernyataan bahwa masyarakat antusias menerima, itu bohong,”

Sementara Patris Pen, warga lainnya meminta agar tidak lekas percaya seolah-seolah semua warga setuju dengan proyek itu.

“Saya sampaikan siapapun yang datang untuk membujuk saya, presiden sekalipun, saya tidak takut, saya tidak mundur satu langkah, saya tetap tolak,” katanya.

Pengabaian terhadap suara-suara penolakan mereka yang tidak diakomodasi dalam surat Uskup Sipri, membuat warga merasa bahwa Keuskupan Ruteng tidak lagi menjadi suara bagi mereka, dan lebih memilih berada di pihak perusahan dan pemerintah.

“Bukankah seorang gembala ketika seekor dombanya hilang, meninggalkan 99 harus pergi mencari yang satu ekor,” kata Yoseph Erwin.

“Bukankan duka umat adalah duka gereja,” tambahnya.

Respon Publik

Di media sosial surat dukungan Uskup Sipri atas proyek itu telah direspon beragam, sebagiannya dalam bentuk satir, karena menganggap Keuskupan Ruteng sudah tidak lagi menjalankan peran profetisnya.

Salah satu yang sedang viral adalah modifikasi “Doa Bapa Kami” menjadi “Doa Bapa Kami Orang Wae Sano.”

Dalam doa itu, “Bapa Kami yang ada surga” diubah menjadi “Bapa kami yang ada di Ruteng,” dan memintanya agar “Jangan ada kehendakmu (dan kepentinganmu) di atas bumi Wae Sano ini seperti di dalam MoU itu,” yang tampak merujuk pada MoU antara Keuskupan Ruteng dengan Dirjen EBTKE.

Baca Juga :  Percepatan Pencapain 70%, Polsek BP Mandoge Vaksinasi DDS di Malam Hari

Gambar dengan latar belakang Danau Sano Nggoang yang berisi doa kini ramai dibagikan di Facebook.

Informasi yang diperoleh media ini warga Wae Sano berencana memberi respon terhadap surat Uskup Sipri, lewat sebuah surat terbuka, yang juga akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo, dengan tembusan kepada pihak-pihak yang disebut dalam surat uskup.

Pojokredaksi

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *