Ledalero, POJOKREDAKSI.COM – Kelompok Menulis di Koran dan Diskusi Filsafat Ledalero kembali menyelenggarakan diskusi bersama Ansy Lema dan Vicky Jalong pada Rabu (24/02/2021) dengan tema “Politik Penanganan Pandemi Covid-19”. Kedua pembicara ini datang dari latar belakang yang berbeda. Ansy Lema adalah anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan, sedangkan Vicky Jalong adalah Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dalam diskusi ini, mantan presenter TVRI Nasional, Ansy Lema berbicara tentang politik pangan sebagai vaksin yang mengatasi Covid-19. Berdasarkan agenda kerja komisi IV DPR RI, Ansy Lema membahas program-program strategis untuk kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan, dan keamanan pangan di tengah pandemi Covid-19.
“Pangan itu adalah vaksin yang utama untuk menyediakan nutrisi bagi tubuh. Supaya bisa menjadi vaksin, pangan itu harus sehat karena pangan yang sehat mendukung terciptanya kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, negara harus menyediakan pangan yang sehat dan bergizi bagi rakyat di tengah pandemi, yakni dengan meminimalisasi impor pangan sembari mendukung petani, peternak, dan nelayan untuk menghasilkan pangan yang sehat di dalam negeri,” kata mantan dosen Universitas Nasional Jakarta ini.
Kemudian dosen Fisipol UGM, Vicky Jalong mengangkat beberapa persoalan penting berkaitan dengan politik penanganan pandemi, di antaranya relasi antara tubuh dan pikiran, ide dan iptek, kapitalisme finansial, kebebasan dan monopoli pengetahuan, serta masa depan negara dan demokrasi. Salah satu fenomena yang diangkat Vicky Jalong adalah fenomena kelangkaan, ketertinggalan, dan keterlambatan kita yang luar biasa dalam hal produksi pengetahuan di dunia akademik global. Akibatnya, pengetahuan tentang isu-isu global dimonopoli oleh kalangan tertentu, termasuk tentang virus dan vaksin Covid-19.
Menurut akademisi UGM ini, di tengah pandemi terjadi suatu penguasaan ruang publik oleh narasi tunggal tentang virus ini. Akibatnya, masyarakat hanya mengenal isu tersebut, sedangkan isu lainnya luput dari perhatian publik.
“Namun, sebagai demos (rakyat), kita perlu mengangkat counter narrative atau counter discourse untuk “melawan” grand narrative dalam hal monopoli kebijakan dan produksi pengetahuan yang dilakukan pihak-pihak tertentu di tengah pandemi, baik itu yang berkaitan dengan proses pembuatan dan penyediaan vaksin, serta hal-hal lainnya,” kata alumnus program magister di University of Oslo ini.
Dalam sesi dialog, moderator hanya memberikan kesempatan kepada empat peserta untuk mengajukan pertanyaan. Ini dikarenakan terbatasnya waktu diskusi. Wahyu Urbanus, mahasiswa pascasarjana program Teologi Kontekstual STFK Ledalero, bertanya tentang model strategi konfrontasi yang tepat untuk dilakukan dalam melawan dominasi dan hegemoni dunia kehidupan yang dilakukan oleh para penguasa teknologi siber, seperti Bill Gates.
“Konfrontasi dimulai dari bidang kita masing-masing, baik sebagai akademisi, politisi, mahasiswa, biarawan-biarawati, maupun sebagai masyarakat biasa,” jawab Vicky.
Pertanyaan dengan sudut pandang yang berbeda juga diajukan oleh Elton Wada dan Agus Masrin. Elton memberi komentar tentang kebijakan ‘Belajar dari Rumah’ yang dinilai tidak efektif dari segi sarana dan prasarana. Sementara itu, Agus Masrin mengangkat persoalan kemiskinan di NTT. Berbeda dari Ansy Lema yang menilai keterbatasan pangan sebagai penyebab kemiskinan, Masrin justru melihat SDM sebagai penyebabnya.
Selain itu, P. Pice Dori, SVD dosen STFK Ledalero, mempersoalkan mental hedonistik dari elite-elite politik di tengah pandemi, seperti korupsi, pameran rumah dan mobil mewah, serta kekayaan yang selangit. Menanggapi persoalan ini, Pak Ansy memberikan jawaban cerdas. “Bagi saya, politik adalah tindakan iman sekaligus medan untuk melakukan eksperimen demokrasi, khususnya untuk mewujudnyatakan transformasi, bukan transaksi.”
Lebih lanjut Ansy menegaskan bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Karena itu sebagai politisi, ia mengharapkan kritik publik baik terhadap pemerintah maupun partai politik.
Diskusi virtual ini menunjukkan semangat dialektika dari KMK Ledalero. KMK Ledalero adalah sebuah kelompok minat khusus di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero yang menekuni kegiatan tulis-menulis dan diskusi filsafat. Pendamping kelompok ini P. Dr. Otto Gusti Madung, SVD, ketua STFK Ledalero. Anggota KMK Ledalero sendiri hanya terdiri atas seminaris di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero.
Sejak dibentuk pada tahun 2006, KMK Ledalero telah menyelenggarakan sejumlah diskusi ilmiah yang melibatkan para pemikir dan tokoh lokal dan nasional. Ignas Kleden adalah salah satu di antara tokoh-tokoh itu.
Sebagaimana kegiatan yang telah dijalankan pada tahun-tahun sebelumnya, diskusi bertema ‘Politik Penanganan Pandemi Covid-19’ ini juga menuai banyak apresiasi dari mahasiswa STFK Ledalero.
Dalam closing statement-nya, Sarnus Joni Harto, ketua KMK Ledalero periode 2020-2021, mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Ansy Lema dan Vicky Jalong yang sudah bersedia menjadi pembicara, dan kepada para peserta diskusi yang telah mengikuti diskusi ini dengan penuh antusiasme. Diskusi ditutup dengan sebuah lagu dari Accoustic All Ledalero.
KMK Ledalero/Albert Syukur