Papua, POJOKREDAKSI.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Rabu (17/3) menggelar ekspose atau gelar perkara terkait perkembangan kasus dugaan korupsi dana desa di kabupaten Puncak Jaya tahun 2019 yang mengindikasikan kerugian negara sebesar Rp 160.587.294.800.
Dilansir dari Papuatimes.co.id, hasilnya disimpulkan adanya dugaan tindak pidana sehingga diputuskan untuk dilakukan penyidikan secara mendalam guna mengumpulkan bukti-bukti tambahan.
Asisten Inteligen (Asintel) Kejati Papua Akhmad Muhdor mengatakan dari hasil gelar perkara yang dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Nikolas Kodomo, SH.MH bersama seluruh Asisten Kejati Papua diputuskan untuk dilakukan penyidikan secara mendalam guna mengumpulkan alat bukti terkait kasus dugaan korupsi dana desa di Kabupaten Puncak Jaya.
“Kami telah melakukan ekspose. Keputusan ekspose tadi bahwa betul ada tindakan pidana korupsi terkait dengan pemungutan. Tapi harus didukung alat bukti berupa dokumen surat maupun keterangan orang. Makanya ke depan dilakukan pendalaman lagi, untuk menguatkan barang bukti yang ada,” ungkap Akhmad dihadapan perwakilan 125 Kepala Kampung yang hadir di Kantor Kejati Papua, Dok IX, Jayapura.
Asintel menjelaskan ekspose atau gelar perkara merupakan proses untuk melakukan evaluasi terhadap fakta-fakta yang didapat baik dari keterangan orang maupun barang bukti lainnya berupa dokumen surat dan sebagainya.
Dan dalam kasus dugaan korupsi dana desa Kabupaten Puncak Jaya, berdasarkan diskusi serta argumentasi yuridis yang disampaikan pada gelar perkara ini disimpulkan untuk dilakukan pendalaman terhadap berang bukti dan keterangan dari pihak terkait.
Ekspose kasus tersebut dihadiri Kejati serta para asisten dan tim penyelidik kasus ini. “Jadi keputusan ini bukan pribadi saya tetapi keputusan semua orang. Berdasarkan hasil diskusi dan argumentasi yuridis masing-masing orang akhirnya kesimpulan yang diterima dan menjadi keputusan adalah dilakukan pendalaman untuk bukti-bukti seperti dokumen surat dan alat bukti lainnya,” jelasnnya.
Akhmad menegaskan bahwa sebelum menetapkan tersangka dan memproses kasus ini untuk diadili di Pengadilan, kejaksaan Papua harus benar-benar menyiapkan seluruh barang bukti yang kuat sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
“Jadi sebelum disidangkan harus ada alat bukti yang kuat. Sehingga tidak melanggar hak asasi orang. Karena setelah tersangka dan kita naikkan ke Pengadilan maka ada hak asasi orang yang dibatasi karena dilakukan penahan dan membatasi aktivitasnya. Makanya kita harus betul-betul dalami kasus ini dengan bukti-bukti yang sangat kuat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Asintel, Kejati Papua meminta dukungan dari para kepada kampung dan masyarakat Kabupaten Puncak Jaya membantu kejaksaan menyiapkan alat bukti tambahan di antaranya dokumen serta kesiapan dari pihak-pihak terkait di Kabupaten Puncak Jaya guna dimintai keterangan.
“Intinya, kita butuh alat bukti yang lengkap dan kuat sebelum kasus ini dinaikkan ke Pengadilan. Kita perkuat bukti-bukti dan kita minta agar pihak terkait siap untuk dimintai keterangan,” tandasnya.
Menanggapi keputusan ekspose tersebut Perwakilan 125 Kepala Kampung, Rafael Wambrauw, tokoh intelektual Kabupaten Puncak Jaya Chiko Wanena, didampingi tokoh masyarakat, para kepala kampung dengan tegas meminta Kejati Papua untuk serius menangani kasus ini.
“Kami minta kasus ini ditangani serius, karena kasusnya sudah 1 tahun. Kalau merujuk pada SOP (Standar Operasional Prosedur) Intelijen Kejaksaan harusnya kasus ini sudah bisa ditetapkan tersangkanya dan diproses ke pengadilan. Namun karena alasan kejaksaan bahwa bukti dan keterangan belum cukup, maka kami siap mendampingi tim Kejaksaan untuk mengumpulkan bukti. Kami siap. Hari ini juga kami siap,” tegas Ambrauw.
Chiko Wanena mengingatkan Kejati Papua agar tidak main-main dengan kasus ini, karena konsekuensinya, para jaksa akan berhadapan dengan masyarakat. “Jangan main-main dengan kasus ini. Kami sudah lama menunggu prosesnya. Jangan sampai rakyat bergerak menutup kantor ini,” imbuhnya.
R. Tou/ Albert Syukur