Jakarta-Pojokredaksi.com-Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sudah disahkan oleh DPR dan Pemerintah pada Senin 5 Oktober 2020. Pengesahan ini, mendapat penolakan yang luar biasa dari rakyat bahkan berbuntut aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Pengamat politik yang juga Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menpertanyakan, gelombang aksi penolakan UU Ciptaker tersebut. Apakah benar ini untuk kepentingan buruh atau ada pihak lain yang menunggangi aksi buruh.
Boni mengatakan, berdasarkan investigasi independen yang dilakukan LPI sebelum aksi besar pada 8 Oktober 2020 sampai hari ini, ditemukan ada indikasi keterpautan beragam kepentingan dan kelompok pemain di balik aksi ini.
Boni menjelaskan, secara garis besar, ada dua kelompok yang terlibat dalam aksi 8/10, serta yang akan bergabung dalam aksi lanjutan pada Selasa,13/10 besok, serta aksi-aksi yang akan datang.
Pertama, kelompok buruh dan para aktivis yang ideologis ingin memperjuangan kepentingan buruh.
“Mereka benar-benar mempersoakan pasal-pasal yang menurut mereka berpotensi multitafsir sehingga dalam perumusan Peraturan Pemerintah (PP) nanti, ada potensi kepentingan buruh dikorbankan. Kelompok tipe ini tentu penting untuk diterima sebagai kritik dan saran untuk evaluasi dalam konteks judicial review jika itu dinilai perlu,” katanya, Senin,12/10..
Kelompok kedua, tambah dia, massa yang dimobilisasi oleh oknum dari partai politik oposisi dan kelompok antipemerintah yang selama ini memainkan peran sebagai oposisi jalanan.
Massa ini disebut Boni datang dari berbagai latar belakang. Ada massa partai, ormas, dan bahkan ada kelompok pengacau yang biasa di kenal sebagai kaum “anarko”.
“Massa tipe kedua inilah yang kemarin dalam aksi 8 Oktober 2020 terlibat dalam aksi anarkisme, pengrusakan fasilitas umum, termasuk penyerangan terhadap aparat keamanan dari kepolisian. Massa tipe kedua ini yang dibayar oleh bandar politik yang bertebaran dari daerah sampai Jakarta,” tutupnya.
(No Bren)