Jakarta-Pojokredaksi.com-Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) Cahyo Pamungkas menegaskan pendekatan kultural seperti bakar batu dan santunan bukan mekanisme yang tepat untuk penyelesaian kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani.
Pengadilan hukum baginya, satu-satunya jalan penyelesaian kasus tersebut.
“Saya kira peristiwa ini tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme kultural seperti bakar batu atau santunan, tapi harus melalui pengadilan,” ujar Cahyo dalam konferensi pers virtual yang digelar Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Senin, 28/9.
Ia menjelaskan jika penegakan hukum diabaikan, akan terjadi impunitas dan kekerasan akan terus terjadi.
Karena itu katanya, penegakan hukum harus diperkuat untuk mengakhiri kekerasan di Papua.
“Tanpa pengadilan, besok kita akan mendengar lagi kasus seperti ini,” kata dia.
Selain itu, ia mempertanyakan langkah pemerintah yang selalu mengampanyekan pembangunan di bumi Papua. Namun, di tengah retorika tersebut justru terjadi kekerasan yang dialami langsung masyarakat Papua.
“Pemerintah selalu mengkampanyekan pembangunan, tapi bukan pembangunan yang dinikmati, tapi kekerasan yang dirasakan masyarakat Papua, ini krisis kemanusiaan,” jelasnya.
Ia berharap, kekerasan di Papua harus segera dihentikan.
Menurutnya, jika kekerasan tak segera ditangani secara serius dampak yang terjadi adalah semakin menjauhnya orang Papua dari identitas Indonesia.
“Kalau tidak diselesaikan dengan hukum, maka akan memperkuat keinginan masyarakat Papua untuk berpisah dengan Indonesia,” terang dia
Diberitakan, Pendeta Yeremia tewas dengan luka tembak di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Sabtu,19/9.
Pihak TNI menyebut Yeremia tewas ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB). Namun, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambon mengatakan, korban tewas dibunuh aparat TNI
Sementara, Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal juga membantah tuduhan bahwa TNI menjadi pelaku penembakan terhadap pendeta Yeremia hingga tewas.
(No Bren)