Anak di Bawah Umur Jadi Korban Sia-sia Dampak Operasi Penegakan Hukum di Sugapa, Papua

Papua, POJOKREDAKSI.COM – Anak yang sesungguhnya tidak terlibat politik Papua Merdeka, namun korban di Moncong senjata

A. Pembela ham di Papua menyampaikan keprihatinan kondisi masyarakat sipil di Papua

Presiden yang mulia, saya Theo Hesegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua ( Pembela Hak Asasi Manusia ) di Papua Barat, sebelum saya menyampikan keprihatinan melalui surat artikel, terlebih dulu saya menyampaikan permohonan maaf. Saya menulis artikel karena ada dorongan gerakan dari lubuk hati yang mendalam, sehingga menulis dan tuangkan pikiran melalui surat artikel ini.

Oleh sebabnya saya menulis artikel ini dengan terbuka dan mengirim kepada Bapak Presiden sekalipun saya tidak memiliki nomor telpon Bapak Presiden. Saya berharap Bapak bisa melihat dan membaca surat artikel saya ini. Karena tulisan ini adalah gerakan hati bukan diajak da n dipaksakan oleh orang lain.

Tetapi ada gerahkan bisikan hati sebagai pembela ham unruk menulis dan meneruskan surat artikel tersebut kepada Presiden Republik Indonesia, sekalipun saya tidak memiliki nomor telpon Bapak Presiden, saya menyakinkan gerakan keprihatinan itu beliau akan melihat dan membaca kata hati saya.

Karena ada gerakan hati, sehingga saya berani menulis surat artikel ini, untuk mengirim melalui Whatsapp kepada Bapak Presiden yang mulia, sebagai Orang Nomor satu di Republik yang kami cintai, dan saya berharap dengan sesungguhnya Bapak Presiden mengambil kebijakan baru untuk menggugah hati masyarakat Papua lebih khusus bagi keluarga korban Pelanggaran HAM, menurut saya Bapak saja yang bisa pengambil kebijakan sebagai orang Nomor satu di Indonesia.

Bapak Presiden yang mulia, bapak telah dipercayakan Oleh Tuhan Allah dan Rayat Indonesia termasuk Masyarakat Papua, telah memberikan kepercayaan untuk memimpin rayatnya agar rayatnya tidak mendapat kecelakaan, sekalipun biasanya rayat dan pemimpin Negara selalu ada berbeda pandangan dan sudut pandang yang berbeda, tetapi hal itu bagi seorang pemimpin dianggap hal yang biasa, Dan seorang pemimpin pasti mampu mencari solusi dan jalan untuk menyelesaikan setiap tantangan dan masalah yang dihadapi. Sehingga rayatnya tetap menjalani kehidupan dengan rasa aman dan tenang menjalani roda kehidupan.

Baca Juga :  Stefanus Gusma: Tindak Pelaku Rasisme!

B. Roda kehidupan masyarakat sipil di Papua sedang diakhiri dengan moncong senjata

Sebagai pembela Hak Asasi Manusia di Papua Barat sangat menyesal tindakan anggota TNI/POLRI dan TPNPB yang melancarkan perang di Papua Barat yang terjadi selama ini, yang pada akhirnya masyarakat orang asli Papua dan masyarakat Non Papua menjadi korban.

Saya juga menyampikan keprihatinan saya terhadap Napelinus Songonau yang berumur 2 Tahun korban meninggal dan Yoakim Manjau 6 Tahun mengalami luka tembak. Mereka berdua dihadapkan dengan yang moncong senjata. Sedangkan di negara kita sangat membutuhkan generasi penerus masa depan Bangsa dan Negara yang harus bertumbuh dan berkembang. Bapak Presiden yang Mulia, saya sangat sedih anak kecil yang membutuhkan perlindungan dan tidak tau apa-apa terkait politik Papua merdeka akhirnya mengalami korban dengan sia-sia.

Kematian yang dialami Napalinus Songonau dan luka tembak yang di alami anak Yoakim saya yakin dan percaya, Bapak Presiden telah ketahui dan sudah mendengar dan menerima laporannya.

C. Undang-undang Perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002, sebagai landasan Negara Rebuplik Indonesia.

Undang-undang Perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002, landasan Negara Rebuplik Indonesia, yang patut dan wajib di hormati seluruh Warga Negara Republik Indonesia, termasuk Anggota TNI/POLRI.

Bunyi dari UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sangat jelas dan diatur pasal-perpasal, sehingga Negara Wajib memberikan perlindungan terhadap anak umur dibawah 18 Tahun. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

Karena Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Oleh karna itu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Untuk memberi perlindungan hukum kepada anak, Pemerintah Indonesia membentuk
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal- perpasal dari Undang-undang yang dimaksud telah dijelaskan secara teliti dan sangat jelas.

Baca Juga :  Ini Alasan Partai Buruh Minta SIM Agar Berlaku Seumur Hidup

Pasal (1 ) ayat 2 dapat menjelaskan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal (1 ) Ayat 12 dapat menjelaskan Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pasal 1. nomor 15 Dapat menjelaslan Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk
mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

Oleh karena itu, sebagai pembela Hak Asasi Manusia di Papua Barat, ingin menyampaikan kepada Presiden RI sebagai orang nomor satu dan jajarannya, bahwa Undang-undang yang sudah dibuat oleh Negara Indonesia tidak harus disia-siakan. Undang-undang yang dimaksud telah menjelaskan secara detail dan sangat jelas dari pasal-perpasal, mengapa negara gagal menerapkan undang-undang yang dimaksud ? Sehingga Nopelinus Songanau anak umur 2 tahun jadi korban mati di MONCONG SENJATA dan Yoakim Mayau 6 tahun mengalami luka tembak. Penembakan terhadap kedua anak tersebut di atas menunjukan bahwa Pemerintah telah gagal dalam penerapan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Masyarakat di Papua Barat, bukan hanya mengalami korban konflik bersenjata tetapi mereka juga telah mengungsi kemana-mana dari tempat tinggal mereka, dan hidup selalu diselimuti dengan rasa takut dan trauma, mereka telah kehilangan dengan tempat tinggal mereka karena rumah warga di bakar. Dan tidak bebas untuk menjalani kehidupan dengan tenang, terpaksa masyarakat mengungsi lari bersembunyi di hutan dan di gereja, karena menurut mereka disana ada yaminan perlindingan keselamatan, sedangkan kita ketahui bahwa sebenarnya mereka mengalami kesulitan makan.

Baca Juga :  Janda dan Anak Yatim Warga Desa Sei Apung Mencari Keadilan di Pengadilan

Karena tempat yang mereka menempati sudah tidak ada makanan yang tersedia terpaksa mereka memilih makan rumput asal mereka kenyang, untuk menjalani roda kehidupan mereka secara Normal, namun makanan rumput bukan makan pokok yang harus mereka menimati.

D. Saya sangat menyesal tindakan penegakan hukum yang gagal

Bapak presiden sebagai pembela HAM saya sangat menyesal tindakan Aparat TNI/POLRI yang tidak terukur dan tidak profesional dalam pelaksanaan operasi penegakan hukum di Papua Barat, sejak dari tahun 2018 dimana selalu masyarakat sipil yang tidak punya senjata selalu mengalami Korban di moncong senjata tanpa membuktikan kesalahan mereka.

Saya berani mengatakan operasi penegakan hukum yang gagal, karena saya memiliki beberapa fakta dan laporan terkait operasi penegakan hukum di Kabupaten Nduga. Kalau tanpa membuktikan saya tidak berani mengatakan operasi penegakan hukum yang gagal.

C. Kunjungan perjalanan yang tidak membuahkan hasil yang diharapkan.

Saya ketahui Presiden RI sudah berkali-kali melakukan berjalanan kunjung ke Papua Barat Indonesia Paling timur itu. Kunjungan perjalanan kenegaraan yang dilakukan Presiden Republik Indonesia ke Papua tak pernah berhasil menyelesaikan konflik bersenjata di Papua. Kunjungan yang dimaksud hanya sebagai kunjungan srimonial.

Pandangan saya sebagai pembela Hak Asasi Manusia di Papua Barat, masyarakat Papua sedang mengalami krisis kemanusiaan. Tetapi saya tidak mengerti dengan pandangan seorang Presiden yang melakukan kunjungan berkali-kali gagal menyelesaikan konflik bersenjata di Papua Barat.

Sebagai seorang pembela Hak Asasi Manusia, sangat menyesal sikap Presiden Republik Indonesia yang sangat lamban menangani konflik bersenjata di Papua Barat, hingga masyarakat sipil yang tidak punya senjata jadi korban, termasuk masyarakat sipil telah mengungsi semua di hutan, kondisi ini sedang ada di depan mata namun Presisen RI hanya bersuara untuk krisis kemanusian di Nyanmar.

Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua ( Pembela Ham )
Theo Hesegem

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *