Wisata Kuliner Masyarakat Pesisir Pantai di Batu Bara

pesta tapai batu bara

“Sejarah PESTA TAPAI”
Wisata Kuliner Masyarakat Pesisir Pantai di Batu Bara

Oleh : MUSTHOFAL AKHYAR, S.Pd

POJOKREDAKSI.COM – Tanpa terasa bulan syakban telah tiba, beberapa hari lagi biasanya masyarakat Melayu pesisir Batu Bara akan menggelar acara pesta tapai, acara tradisi turun temurun yang digelar sejak zaman pemerintahan kedatu Pesisir di Batu Bara yang terus terpelihara oleh masyarakat pendukungnya sampai saat ini.

Sekira tahun 1708 Datuk Panglima Muda yang berasal dari pangkalan di negeri pesisir sungai kapuk Rantau Luhak Lima Puluh Koto kerajaan Pagaruyung Minang Kabau menikah dengan salah seorang Puteri Datuk di Batu Bara dan selanjutnya membuka perkampungan baru yang diberi nama Pesisir (Kedatukan Pesisir) diambil dari nama kampung kelahirannya.

Diawal pemerintahannya ia merubah semak belukar di kawasan ini menjadi areal perkebunan kelapa dan membina masyarakat mengolah berbagai macam hasil perkebunan kelapa dan hasil laut untuk diperdagangkan keluar daerah, diantaranya kopra (kelapa cungkil yg dikeringkan), minyak makan (minyak goreng) dan asinan kepah yang dikenal dengan sebutan “keghinting kopah” (dialeg Batu Bara).

Setelah Datuk Panglima Muda mangkat pemerintahan Kedatukan Pesisir di terus kan oleh puteranya yg bernama Datuk Abdul Jalil gelar Datuk Semuangsa.

Masyarakat Kedatukan Pesisir yg terkenal taat beribadah ini selalu gembira menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Kegembiraan ini diungkapkan dengan melakukan peyembelihan kerbau, sapi, kambing dan ayam untuk bersedekah makanan dan mengirim do’a (kenduri arwah ).

Para pedagang yang datang dari gunung membawa berpuluh-puluh ekor kerbau/sapi, kambing untuk disembelih dan diperjual belikan dagingnya.

Baca Juga :  Keberadaan, Kejuangan, dan Kebangkitan Kalimantan Selatan Membangun dan Memajukan Indonesia Raya

Adalah merupakan kepuasan batin tersendiri bagi sesiapa saat itu yg dapat menyembelih kerbau/sapi atau setidaknya memegang daging dibeli guna dimasak jadi makanan penambah gizi dan kekuatan untuk melakukan ibadah sebulan ramadhan.

Untuk terarahnya kegiatan rutinitas tahunan penyembelihan kerbau/sapi ini, oleh Datuk Abdul Jalil gelar Datuk Semuangsa menertibkannya dengan terlebih dahulu menetapkan hari tanggal bulan tempat penyembelihan dilakukan, disesuaikan dengan ketetapan Ulama/Qadhi tentang awal bulan Ramadhan.

Para pedagang berjaga malam mengawasi hewan yang akan disembelih atau menantikan kedatangan hewan dagangan kerbau/sapi dibawa oleh para pedagang dari daerah gunung sampai dengan limit waktu yang telah ditetapkan oleh Datuk Pesisir.

Menurut Bapak Abdul Karim (alm) mantan Kepala Desa Dahari Selebar, bahwa:
“Acara penyembelihan diawali oleh Datuk Pesisir dengan menyembelih hewan kerbau miliknya utk dibagi bagikan kepada fakir miskin yg sebelumnya dihiasi sedemikian rupa lalu di arak dari istananya menuju tempat penyembelihan. Setelah itu barulah kerbau/sapi yang lainnya boleh disembelih” (hasil wawancara penulis dengan almarhum (4/2/2012).

Dapat kita bayangkan semalaman itu terjadi penyembelihan puluhan ekor kerbau/sapi, merupakan suasana pembantaian yang menjadi tontonan gratis, yang cukup menarik bagi masyarakat Batu Bara maupun yang datang dari luar sekaligus untuk dapat membeli daging segar.

Masyarakat Kedatukan Pesisir mengambil peluang itu utk berjualan makanan dan minuman ringan berupa tapai dan lemang serta berbagai macam jenis kue khas Melayu Batu Bara.

Inilah asal mulanya Pesta Tapai yg semulanya dilakukan selama tiga hari kemudian menjadi lima hari dan lama kelamaan sampai saat ini menjadi lima belas hari dan dari kegiatan inilah asal mula nya istilah “membantai” atau “memogang” yang disebut orang Batu Bara ketika jelang bulan suci Ramadhan.

Baca Juga :  Refleksi Hari Ulang Tahun Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) 23 Maret 1954

Tradisi lama pesta tapai yang dilakukan oleh masyarakat Kedatukan Pesisir (yg berlokasi saat ini) di desa Dahari Selebar kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu syarat dengan nilai-nilai sosial budaya dalam hidup dan kehidupan masyarakat merupakan warisan leluhur keanak cucu pantas untuk kita syukuri.

Sesungguhnya, “Kabar telah bendang kelangit, beritanya telah diserai kebumi” …. Pesta tapai ini bukan hanya dimeriahkan oleh masyarakat Batu Bara saja, bahkan dari luar daerah pun banyak datang berkunjung kepesta kuliner ini untuk menikmati kueh melayu khas Batu Bara khusus nya tapai dan lemang. Para pedagang asongan pun tak mau ketinggalan
untuk turut ambil bagian meraup rezeki.

Beberapa hari dipenghujung pesta ini terlihat pula masyarakat berjualan bunga’ramuan yg terdiri dari: daun pandan,serai wangi, daun jeruk, limaupurut, dll. Diikat sedemikian rupa untuk direbus (jadi air ulang ulang) yang harum baunya buat dimandikan pada petang hari menjelang hari pertama bulan Ramadhan dan disebut dengan “Potang Belimau”, sehingga dari ujung keujung kampung di setiap rumah terciumlah semerbak harumnya air ulang ulang tersebut.

Betapa menyenangkannya suasana saat itu, suasana yang dirindukan masyarakat Batu Bara setiap setahun sekali yang berlansung disetiap penghujung bulan Sya’ban.

Dahulu masyarakat menggelar jualannya di halaman rumah yang terbentang lapang, disitulah dibuat pondok pondok warung tempat berjualan yang ditata sedemikian rupa dihiasi dengan daun pucuk kelapa dan bunga bungaan serta dimalam hari di terangi pula dengan lampu-lampu patromax dan colok (bambu yang diisi minyak lampu diberi sumbu) dipasang menerangi halaman dan disepanjang sisi badan jalan. Tapi kini sudah jauh berbeda. Mungkin karena pesatnya pembangunan sehingga keasrian pesta tapai ini seakan tergerus oleh kemajuan zaman.

Badan jalan telah dibangun hotmix, masyarakat berlomba lomba membangun rumah merapat ke arah badan jalan, sehingga masyarakat menggelar jualannya merapat ke bibir badan jalan karena mereka tidak lagi memiliki halaman yang lapang. Sarana lalu lintas para pengunjungpun menjadi sempit, latar parkirpun sulit ditemukan. Lokasi khusus tempat penyembelihan yang telah ditetapkan oleh Datuk Pesisir dahulu kini tak lagi ditemukan sudah berubah menjadi bangunan rumah, jadilah mereka sekarang melakukan penyembelihan dengan lokasi yang berpencar-pencar.

Baca Juga :  Demokrasi Anarkis

Keberadaan Pesta Tapai dewasa ini hendaknya menjadi perhatian serius dari pihak dan kalangan terkait untuk itu, terutama masyarakat pendukungnya.

Janganlah dibiarkan berlansung begitu saja, hendaklah dilakukan inovasi, diberikan pembekalan keterampilan serta sosialisasi kepada masyarakat tempatan untuk dapat mengkemas pesta Tapai ini menjadi Pesta Kuliner yang nampu menarik wisatawan lokal dan mancanegara.

Sepertinya sangat diharapkan Pemerintah Kabupaten Batu Bara menyediakan sarana dan prasarana pendukung seperti pengadaan lahan area pesta yg luasnya cukup mumpuni agar dibangun pula sebuah stage panggung hiburan rakyat, ajang seniman dan pekerja seni menyalurkan minat dan bakatnya dibidang seni tradisional dan budaya yang saat ini sedang tumbuh kembang di Batu Bara. Dan diareal itu juga dapat difokuskan kembali tempat penyembelihan kerbau/sapi untuk jadi tontonan menarik bagi masyarakat.

Jika Pesta Tapai ini dapat ditata oleh tangan tangan yang Arif dan bijak, maka tidak menutup kemungkinan pesta tapai ini menjadi “Objek Wisata Kuliner” yg kelak jadi kebanggaan masyarakat Batu Bara, orang orang akan banyak datang berkunjung baik dari dalam negeri maupun mancanegara yg pada gilirirannya akan mengangkat perekonomian rakyat dan isisi lain nilai nilai sosial dan religi akan bersebati bersebati dengan sendirinya di sanubari masyarakat khususnya generasi muda.

“Ahlan wassahlan wamarhaban bika ya Ramadhan”

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *