AMMAN dan GRAK minta Komisi Pemberantasan Korupsi Tangani Kasus Take Over dari Bank Arta Graha

Jakarta, POJOKRDAKSI.COM – Aliansi Masyarakat Madani (AMMAN) Flobamora dan Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK) datangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat 11 September 2021. Kedatangan AMMAN Flobamora dan GRAK ini dalam rangka mengawal laporan yang telah diberikan pada KPK pada tanggal 18 September 2021 lalu.

Adapun 3 berkas laporan yang telah diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi antara lain : Dugaan Korupsi Program Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu di Wae Kulambu Kabupaten Ngada, Dugaan Korupsi Belanja Pengadaan Beras Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid 19, dan Dugaan Kasus Korupsi take over kreditdari Bank Arta Graha.

Pada kesempatan tersebut AMMAN Flobamora dan GRAK meminta KPK agar dapat menangani kasus dugaan korupsi take over kredit dari Bank Arta Graha. Terkait kasus ini, ada temuan kredit PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 130 Milyar di Bank NTT yang merupakan hasil take over credit (pengambil alihan kredit, red) dari Bank Artha Graha dan untuk membiayai usaha penggemukan ternak sapi di Oesao, serta budi daya rumput laut diduga Fiktif.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Devisi Pengawasan dan SKAI yang ditandatangani oleh Kadiv Christofel M. Adoe Nomor: 540/PDs/XII/2019 tertanggal 2 Desember 2019 yang ditujukan kepada Kepala Devisi Pemasaran Kredit Kecil dan Menengah, perihal Pemberian Kredit atas nama PT. Budimas Pundinusa, menyampaikan tentang Hasil pemeriksaan pemberian dan pengelolaan Kredit kepada debitur a/n PT. Budimas Pundinusa/Ir.Arudji Wahyono, plafon Kredit Rp 100 Milyar merincikan 11 (sebelas) masalah sebagai berikut:

Pertama, Pemberian kredit kepada debitur dengan skim kredit KMK RC Proyek yang tidak sesuai dengan karakteristik usaha debitur dimana saat ini (tahun 2019, red) debitur masih dalam proses perampungan sarana dan fasilitas penggemukan dan pembibitan sapi sehingga cash flow belum nampak dan berdampak pada kemampuan membayar debitur.

Kedua, Tidak terdapat dokumen kontrak pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan debitur pada tahun 2019 khususnya terkait Fire Protection & Emergency Response Services dengan beberapa pelanggan/rekanan yakni PT. Chevron Pasific Indonesia dan PT. Sucofindo sebagai dasar analisa pengembalian/pembayaran angsuran kredit.

Ketiga, Lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao belum di-cover asuransi kebakaran sehingga dapat meminimalisir kerugian jika terjadi musibah kebakaran dikemudian hari.

Keempat, Lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao tidak dijadikan sebagai agunan tambahan, sedangkan lokasi usaha tersebut yang menjamin kelangsungan usaha debitur terkait penggemukan dan pembibitan sapi.

Baca Juga :  Inilah Dia Kisah dan Asal Usul Tahu

Kelima, Tidak terdapat study kelayakan dari 2 (dua) jenis usaha yang dibiayai oleh bank, sesuai Manual Kredit Buku I Bab II Hal 7 point 2.9.3 “untuk permohonan kredit investasi yang pembiayaannya bersifat spesifik dalam hal teknis aplikasinya maka untuk mitigasi risiko dapat disampaikan “feasibility study”.

Keenam, Penarikan fasilitas KMK RC Proyek sebesar Rp. 48.000.000.000, tidak disertai kontrak kerja antara debitur dan pihak pemberi kerja, hal ini untuk memastikan tujuan penggunaan kredit digunakan sesuai yang tercantum dalam LAK sehingga tidak terjadi penyalah gunaan tujuan kredit (sidestreaming).

Ketujuh, Tidak terdapat laporan keuangan audited akuntan publik yang terdaftar pada Kementerian Keuanganatau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI) yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisa kemampuan financial debitur terkait kemampuan membayar debitur.

Kedelapan, Tidak terdapat laporan analisa 3 pilar yang menganalisa kelayakan usaha debitur yang dibiayai dari sisi prospek usaha, kinerja keuangan debitur dan ketepatan membayar sesuai SK. Direksi No. 106 Tahun 2016 tanggal 30 September 2016 tentang Penentuan Kualitas Kredit Berdasarkan 3 Pilar Penilaian Kualitas Kredit PT. BPD NTT.

Kesembilan, Tidak terdapat penjelasan yang memadai terkait hubungan antara pemilik agunan berupa 6 (enam) SHM No. 456, 457, 695, 351, 352, 378 seluruhnya an. GE. Anawati Budianto dengan Direktur Utama PT. Budimas Pundinusa selaku debitur dan dituangkan dalam LAK.

Kesepuluh, Perjanjian Kerja Sama antara PD. Dharma Jaya dan PT. Flobamor Tentang Pengadaan dan Jual Beli Sapi Nomor 36 SP. I1. 2019 hanya berlaku selama 1 (satu) tahun yaitu 1 Maret 2019 s/d 1 Maret 2020, sedangkan perjanjian kerjasama antar PT. Budimas Pundinusa dan PT. Flobamor berlaku selama 5 (lima) Tahun yaitu dari 4 April 2019 s/d 4 April 2024, apabila perpanjangan kerjasama antara PT. Flobamor dan PD Dharma Jaya tidak dilanjutkan, maka akan berdampak pada kemampuan mambayar debitur.

Kesebelas, Telah terjadi perubahan AD/ART pada PT. Budimas Pundinusa karena ada penambahan kegiatan usaha baru, tapi perubahan akta perusahaan tidak dilampirkan. Selain itu tidak terdapat ijin-ijin usaha debitur yang berkaitan dengan perternakan/perdagangan sapi, yang terlampir adalah Surat Keterangan dari Dirut pada tanggal 2 April 2019, bukan Surat Keterangan Masih Dalam Proses Pengurusan oleh Notaris/Dinas/Instansi terkait yang membuat ijin atau akta dimaksud.

Selain hasil pemeriksaan Devisi Pengawasan dan SKAI dari informasi yang dihimpun Tim Investigasi Media dari beberapa sumber yang sangat layak dipercaya, di temukan beberapa hal antara lain:

Baca Juga :  Gara-gara Ekspor Benih Lobster, KPK Tangkap Edhy Prabowo

1) Diduga take over kredit Bank NTT dari Bank Artha Graha sebesar Rp 32 M (dari Rp 100 M tahap I, red) untuk membiayai proyek di Kalimantan hanya modus. Proyek itu tidak ada karena tidak ada kontrak kerja yang seharusnya dijaminkan. Begitu juga Usaha penggemukan di Oesao yang dibiayai sebesar Rp 48 M juga fiktif karena tempat itu bukan milik PT. Budimas Pundinusa. Lokasi itu milik PT. Bumi Thirta makanya tidak dijaminkan sebagai agunan kredit di Bank NTT.

2) Dari informasi sumber yang tahu persis kredit fiktif tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat dokumen kontrak pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan PT. Budimas Pundinusa pada tahun 2019, khususnya terkait Fire Protection & Emergency Response Services dengan beberapa pelanggan/rekanan yakni PT. Chevron Pasific Indonesia dan PT. Sucofindo. Pada hal kontrak tersebut merupakan dasar analisa pengembalian/pembayaran angsuran kredit PT. Budimas Pundinusa. Apakah proyek bernilai puluhan milyar dilaksanakan tanpa kontrak? Sampai saat ini tidak ada kontrak kerjanya, jadi sudah bisa dipastikan fiktif.

3) Terkait dengan Kredit Modal Kerja usaha-usaha penggemukan sapi Rp 48 M (dari Rp 100 M tahap, red). Tidak ada kejelasan mengenai dimana Lokasi range sapi Budimas. Diduga ada oknum yang membuat surat jual beli palsu seolah-olah range sapi di Oesao milik PT. Budimas Pundinusa. Jadi Bank NTT ditipu. Buktinya, Sertifikat Hak Pakai (SHM) atas lokasi penggemukan sapi tersebut tidak dibaliknama atas nama PT. Budimas Pundinusa. Pada hal seharusnya SHM itu dibalik nama dan dijadikan sebagai agunan kredit karena lokasi itu merupakan tempat usaha yang menjamin pengembalian/cicilan kredit. Namun, yang terjadi sekarang, Bank NTT ditipu mentah-mentah.

4) Sumber lainnya memberi informasi bahwa tidak terdapat perjanjian kerjasama antara PT, Budimas dengan agen-agen di Kabupaten lain di NTT (TTS, TTU, Belu, Malaka, red) terkait jual beli sapi. Juga tidak ada kontrak kerjasama antara PT. Budimas Pundinusa selaku penyedia sapi dengan PT. Flobamor selaku pemberi kerja/penerima sapi, sekaligus pemilik kuota pengiriman sapi/antar pulaukan sapi keluar NTT. Hal ini mengakibatkan, tidak diketahui pasti proyek kerjasama itu berlangsung 1 tahun ataukah multi years. Mekanisme pembayaran PT. Flobamor ke PT. Budimas Pundinusa via bank NTT ataukah via bank lain?” ungkapnya lagi.

5) PT. Budimas, tidak memiliki sturuktur managemen dengan nama pemangku masing-masing jabatan terkait bidang usaha ternak sapi sebagai syarat penandatanganan akad kredit, sehingga menjadi tidak jelas bagi bank tanggung jawab masing-masing pemangku jabatan struktur.

Baca Juga :  KPK Diminta Periksa Gubernur dan Wakil Gubernur NTT

6) Lalu ada penambahan kredit Rp 20 Milyar (setelah pencairan kredit Rp 32 Milyar dan Rp 48 Milyar, red) waktu itu dengan alasan beli tempat usaha pembibitan dan penggemukan sapi di Desa Oesao. Itu artinya, Bank NTT sebenarnya biayai usaha yang belum ada sebelumnya. Hal ini menimbulkan pertanyaaan, “Kogbisaya, Bank NTT Beri kredit Rp 20 M untuk beli tanah/tempat usaha? Dan anehnya lokasi itu tidak dijadikan sebagai agunan kredi”.

7) Sementara itu, sumber lainnya juga mengungkapkan adanya tambahan kredit Rp 30 M untuk budi daya rumput laut. Namun tidak jelas lokasi budi daya rumput laut tersebut di mana?

8) Dari sumber lain lagi, diduga kredit take over PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 130 Milyar di Bank NTT merupakan hasil rekayasa para debitur dan oknum pejabat Bank NTT. Kredit PT. Budimas Pundinusa sangat tidak layak ditake over oleh Bank NTT. Kredit PT. Budimas Pundinusa sangat tidak layak, jika diproses sesuai manual Kredit Bank NTT. Jadi, kalau sampai Kredit itu dicairkan, diduga ada rekayasa yang melibatkan debitur dan oknum pejabat Bank NTT.

Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kejangggalan dalam proses pengajuanKredit tersebut antara lain:

1) Ternak sapi bukan lini atau basic bisnis PT. Budimas Pundinusa, karena PT Budimas Pundinusa bergerak di bidang perbengkelan dan bahan kimia.

2) Range sapi atau peternakan di Desa Oesao Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang bukan milik PT. Budimas Pundinusa.

3) Jaminan atau agunan Kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa adalah milik pihak ketiga.

4) Aset yang dijadikan agunan Kredit berada di luar wilayah kerja Bank NTT atau di luar NTT. Harusnya mendapat persetujuan dewan direksi namun menjadi pertanyaan kenapa bisa lolos tanpa sepengetahuan Dewan Direksi?

Terkait masalah kasus Take over di atas, Aliansi Masyarakat Madani (AMMAN) Flobamora dan Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK) meminta KPK untuk:

1. Mengambil ahli pemeriksaan Kasus dugaan korupsi take over kredit dari Bank Arta Graha.

2. Memeriksa Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank NTT, Dewan Komisaris dan Direksi PT Budimas dan Dewan Komisaris dan Direksi PT. Flobamora.

3. Melakukan kerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan untuk berkoordinasi menangani kasus ini.

4. Menangani dengan serius kasus dugaan korupsi yang terjadi di NTT khususnya terkait laporan yang telah diberikan pada tanggal 18 September 2021 atas nama ARAKSI.

Redaksi

POJOKREDAKSI.COM

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *